CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

07 Desember 2008

HAk Asasi Manusia di indonesia




Latar Belakang
Di dalam pengembangan tugas teori demokrasi yang memerintahkan untuk membuat sebuah makalah mengenai semua materi yang pernah dijelaskan di dalam teori demokrasi ini kami mengambil materi pada minggu keempat yaitu mengenai Pilar-pilar Demokrasi, yang berisikan pembagian kekuasaan, partai politik dan pemilu, kemajemukan, ranah public dan kebebasan pers, budaya politik, masyarakat madani, dan kepastian hukum dan Hak Asasi Manusia, namun hal tersebut kami rasa masih sangat luas sekali oleh karena itu kelompok kami mencoba untuk mengambil satu Pilar Terakhir, Yaitu Mengenai Hak Asasi Manusia yang menurut kami adalah Pilar yang yang juga cukup penting atau bahkan lebih penting dari pilar yang lain karena menyangkut mengenai hal yang paling bersinggungan dengan masalah yang paling mendasar di dalam diri manusia.
Namun yang akan kami soroti yaitu mengenai sebuah permasalahan yang ada di Indonesia, berupa hubungan Pilar demokrasi terakhir ini yaitu HAM dengan demokrasi di Indonesia, Pertama-tama kami akan sedikit menjelaskan mengenai perkembangan 4 babak demokrasi di Indonesia dan kami akan mencoba untuk mengkorelasikan dengan perkembangan HAM pada masa – masa tersebut karena seperti yang kita ketahui bahwa di dunia internasional ada sebuah hukum yang menjamin mengenai Hak–hak asasi Manusia yang memilki tujuan untuk memberikan perlindungan internasional untuk hak–hak asasi dan kebebasan pribadi dan kelompok atas penyalahgunaan oleh pemerintah dan dalam hal tertentu juga atas kelakuan pribadi, kelompok pribadi dan organisasi swasta lain dan mengusahakan serta menjamin bagi mereka iklim hidup yang sesuai dengan martabat manusia.oleh karena itu kami mencoba untuk menilai apakah HAM di Indonesia sudah sama dengan konteks atau instrumen pokok hak asasi menusia tersebut.
Harapan kami selanjutnya adalah dapat memperlihatikan perkembangan HAM di Indonesia dan menjelaskan bagaimana HAM ditegakan di Indonesia pada masa transisi ini?
I.II TINJAUAN PUSTAKA
A. Menurut Prof. Dr. A. Gunawan setiardja dalam bukunya ‘Hak-hak asasi manusia’ berdasarkan ideology pancasila mengatakan bahwa HAM Atau hak hak fundamental itu melekat pada kodrat manusia sendiri, dan ada dua landasan HAM yaitu :
1. Landasan yang langsung dan yang pertama : kodrat manusia
2. Landasan yang kedua dan yang lebih dalam : Tuhan sendiri, yang yang menciptakan manusia

B. Presiden Rosevelt mengatakan hak hak manusia ada empat yangn dikenal dengan istilah The Four freedoms ( Empat Kebebasan ), yaitu :
1. Kebebasan untuk berbicara dan menyatakan pendapat ( freedom of speech )
2. Kebebasan beragama ( freedom of religion )
3. Kebebasan dari ketakutan ( Freedom from fear )
4. Kebebasan dari kemelaratan ( freedom from want )
C. Mr.P. van Dijk dalam karyanya yang berjudul Hukum Internasional Mengenaib Hak hak Asasi manusia mengatakan ada tiga generasi di dalam melihat hak asasi Manusia yaitu :
1. Generasi pertama yang mengandung kebebasan dan ditujukan pada eksistensi insan pribadi dan kemungkinan perkembanga, sedangkan,
2. Generasi kedua mengandung hak ekonomi, social dan kebudayaan dan
3. Generasi ketiga hak hak asasi manusia yang menjadi hak bangsa bangsa dan memperoleh dasarnya dalam solidaritas bangsa bangsa, sdperti hak bangsa bangsa untuk menentukan nasib sendiri, hak untuk perdamaian, untuk kemajuan, untuk lingkungan yang layak untuk hidup dan lain lain.
D. Hak asasi menurut Prof. Miriam budiardjo di dalam bukunya “Dasar Dasar Ilmu Politik” adalah hak yang dimilki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya
D. Hak asasi menurut Prof. Miriam budiardjo di dalam bukunya “Dasar Dasar Ilmu Politik” adalah hak yang dimilki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat.

E. Dalam deklarasi Universal BAB 2 Mengenai larangan diskriminasi dinyatakan;
Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang dinyatakan dalam Deklarasi ini, dengan tanpa pembeda apapun seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik atau pendapat lain, asal usul kebangsaan, bangsa dan sosial, harta milik, status kelahiran atau status lain. Selanjutnya tidak boleh dilakukan pembedaan atas dasar status politik, status yurisdiksi atau status internasional Negara dan wilayah tempat seseorangn termaksuk di dalamnya, apakah wilayah itu merdeka, perwakilan, tidak berpemerintahan – sendiri atau dibawah pembatasan kedaulatan lain apa pun
Dan hak hak yang dimaksud dalam hal tersebut diantaranya :
a. Hak atas penghidupan,
b. Hak atas kemerdekaan dan keselamatan,
c. Hak atas pengakuan manusia sebagai pribadi,
d. Hak atas kebebasan pribadi,
e. Hak atas harta benda,
f. Hak atas pemikiran, hati nurani dan agama,
g. Hak mengeluarkan pendapat,
h. Hak untuk berkumpul dan berapat,
i. Hak atas jaminan Sosial,
j. Dan Lain Lain.
F. Namun menurut kelompok kami hak asasi manusia adalah sebuah hal yang telah melekat sejak kita berada di dalam kandungan mengenai kelangsungan hidup seseorang, sehingga hak tersebut adalah bersifat mutlak bagi seluruh manusia tanpa membedakan apapun.



Sedikit Gambaran Mengenai Demokrasi Indonesia
Sebagai sebuah Negara yang baru saja lepas dari sebuah rezim otoriter yang berbasis militer, kata Demokrasi bagi Indonesia tentunya belum memiliki makna yang luas dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakatnya. Namun dalam kurun waktu sepuluh tahun ini setidaknya bangsa Indonesia telah mencoba berbagai hal dalam rangka mewujudkan demokrasi dalam setiap aspek kehidupan, salah satunya adalah dengan cara mewujudkan delapan aspek pilar demokrasi, dimana HAM termasuk salah satunya dan merupakan salah satu pilar terpenting dalam terwujudnya pemerintahan yang demokratis. Di Indonesia sendiri, masalah pergulatan HAM itu sendiri masih sangatlah pelik, hal ini dikarenakan pada era Orde Baru pengakuan dan penegakan HAM oleh pemerintah masih sangatlah kurang. Meskipun pada tahun 1993 pemerintah mendirikan Komnas HAM sebagai institusi yang melindungi dan menegakkan HAM di Indonesia, namun pada kenyataanya masih banyak pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi di berbagai daerah. Oleh karena itu masih banyak pihak-pihak yang mempertanyakan kredibilitas dari Komnas HAM itu sendiri karena Komnas HAM merupakan institusi korporatisme Negara yang tidak akan pernah melangkah lebih jauh, kecuali dalam melayani dan mengukuhkan kepentingan rejim politik pada waktu itu.
Namun pada tanggal 21 mei 1998, Presiden Soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun akhirnya terpaksa melepas tampu pemerintahannya karena desakan seluruh rakyat Indonesia yang diwakili oleh para mahasiswa pada tahun 1998. selanjutnya B.J Habibie naik menjadi presiden Indonesia yang ke-3, sejak saat itulah harapan untuk mewujudkan sistem politik yang demokratis dan memberikan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia mulai tumbuh. Inilah awal dimulainya langkah reformasi politik di mana pemerintah memberikan toleransi kepada rakyat untuk menikmati tiga kebebasan dasar (three fundamental freedoms) yaitu, kebebasan berkumpul (freedom of assembly), kebebasan berekspresi (freedom of expression) dan kebebasan berorganisasi (freedom to form an organization). Tiga kebebasan dasar tersebut merupakan dasar yang menentukan bagi perkembangan demokrasi di Indonesia. Mustahil membangun demokrasi tanpa kehadiran tiga kebebasan dasar tersebut. Tanpa kehadiran tiga kebebasan dasar itu mustahil rakyat dapat mengaktualisasikan hak-hak politiknya.
Dengan demikian, semakin terlihatnya peran HAM dalam proses demokrasi di Indonesia yang lambat laun memperlihatkan bahwa di Negara Indonesiapun Hak Asasi yang selama ini dipertanyakan dapat berjalan meskipun dengan lamban, tapi pada akhirnya masih muncul sebuah pertanyaan besar tentang peran penegakan HAM itu sendiri dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Lantas, dalam perjalanan bangsa besar menuju masyarakat dan pemerintahan yang demokratis, apakah bangsa ini akan sampai pada tujuannya? Yaitu menjadi bangsa yang demokratis yang disokong dengan tegaknya nilai-nilai kemanusiaan (HAM) sebagai pilarnya?
Untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut, terlebih dahulu kita harus paham apa yang disebut dengan demokrasi. Menurut asal katanya, demokrasi terdiri dari dua kata yunani, yaitu demos yang berarti rakyat dan kratos/kratein yang berarti kekuasaan/berkuasa, yang jika kedua kata tersebut digabungkan akan memiliki makna bahwa kekuasaan berada di tangan rakyat. Sedangkan Henry B. Mayo menyebutkan dalam bukunya yang berjudul Introduction to Democratic Theory bahwa demokrasi adalah sebuah sistem politik yang demokratis ialah dimana kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkal yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. Selain itu sumber lain menyebutkan bahwa Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Dari beberapa pengertian diatas dapat ditangkap bahwa aspek penting dalam sebuah pemerintahan yang ingin disebut demokrasi adalah adanya peran masyarakat yang cukup besar dalam proses pemerintahan dalam sebuah negara. Mengenai perjalanan demokrasi itu sendiri sebenarnya sudah cukup panjang, dikatakan bahwa ide dasar dari demokrasi ini muncul dari Negara-negara barat, namun pasca perang dunia ke dua, ide sebuah pemerintahan yang demokratis mulai dijalankan di Negara-negara kawasan Asia dan Afrika, termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri, telah mengalami empat masa demokrasi sejak kemerdekaan pada tanggal 17 agustus 1945. Pertama adalah demokrasi liberal dimasa kemerdekaan. Kedua adalah demokrasi terpimpin, ketika Presiden Soekarno membubarkan konstituante dan mendeklarasikan demokrasi terpimpin. Ketiga adalah demokrasi Pancasila yang dimulai sejak pemerintahan Presiden Soeharto. Keempat adalah demokrasi yang saat ini masih dalam masa transisi. Setiap masa demokrasi yang terjadi di Indonesia memiliki sisi positif dan negatifnya masing-masing, tapi yang terlihat jelas adalah setiap masa demokrasi tersebut dapat diambil pelajaran demi kemajuan bangsa dimasa selanjutnya.
Pada masa demokrasi liberal, diharapkan sistem ini dapat membawa Indonesia ke arah yang lebih baik setelah terbebas penjajahan. Namun pada kenyataannya, sistem demokrasi liberal ini belum membawa perubahan yang berarti bagi Indonesia, hal ini diakibatkan dengan sering bergantinya kebinet akibat mosi tidak percaya yang dijatuhkan oleh parlemen, yang kemudian membawa dampak dari setiap program yang dicanangkan oleh setiap kabinet tidak bisa terselesaikan atau bahkan tidak terlaksana. Masa demokrasi selanjutnya adalah masa demokrasi terpimpin yang diserukan oleh presiden Soekarno yang merasa bahwa konstituante bekerja terlalu lama dalam membuat undang-undang yang baru. Hal ini mengakibatkan kekuasaan Soekarno yang absolute setelah MPRS mengangkat Soekarano sebagai presiden seumur hidup. Pada masa ini memang Indonesia menjadi Negara di kawasan Asia yang patut diperhitungkan, terutama mengenai angkatan bersenjatanya dan beberapa peran penting yang diambil Soekarno dalam beberapa forum internasional. Namun sebagai konsekuensinya, perekonomian rakyat kurang diperhatikan akibat beberapa kebijakan politik yang dijalankan saat itu. Masa demokrasi yang ketiga adalah demokrasi pancasila, dibawah kepemimpinan Soeharto, pada masa ini stabilitas dan keamanan nasioanal sangat dijaga ketat, keadaan perekonomian rakyat juga relative baik, nilai tukar dan alokasi subsidi BBM juga relative stabil sehingga harga barang-barang relatif dapat dijangkau oleh masyarakat secara umum. Namun di sisi lain terjadi pembredelan terhadap berbagai hak, terutama tiga hak dasar yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu yaitu, kebebasan berkumpul (freedom of assembly), kebebasan berekspresi (freedom of expression) dan kebebasan berorganisasi (freedom to form an organization). Selain itu, munculnya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme menjangkiti dari setiap instansi pemerintahan, dan hal ini terus berlanjut samapi sekarang meskipun masa Soeharto telah berkahir. Masa demokrasi terakhir adalah yang sedang terjadi saat ini, yaitu demokrasi yang masih mengalami transisi, masa ini terjadi ketika soeharto lengser, penyampaian pendapat dan aspirasi masyarakat mengalami peningkatan pada masa ini, pemilu yang diikuti oleh banyak partai juga merupakan peningkatan dalam bidang politik. Namun, di masa transisi ini, masyarakat Indonesia yang mengetahui mengenai makna yang sebenarnya tentang demokrasi sangat sedikit jumlahnya, sebagian besar hanya tahu mengenai demokrasi adalah bebas berbicara, beraspirasi dan berdemo saja, setiap individu ingin pendapat dan usulnya dapat diterima dan dilaksanakan. Akibat yang ditimbulkan oleh rendahnya pengetahuan tentang demokrasi ini adalah banyaknya tindakan-tindakan diluar batas wajar manusia, pengrusakan, diskriminasi, pelanggaran terhadap HAM, dan masih banyak lagi. Hal inilah sebenarnya yang menjdi masalah penting dari proses demokrasi di Indonesia saat ini, memberi pengertian dan pembelajaran terhadap masyarakat menengah kebawah khususnya mengenai demokrasi dan perpolitikan di Indonesia. Seperti yang diketahui bahwa proses politik dan demokrasi di Indonesia ini selalu dianggap milik kaum ekonomi atas, sehingga hal ini berimplikasi pada pemenuhan Hak Asasi Manusia kaum ekonomi bawah dalam berbagai aspek.
Di dalam kaca mata masyarakat saat ini Hak Asasi Manusia masih menjadi sebuah permasalahan yang sangat tabu, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui apakah sebenarnya yang dinamakan HAM tersebut, dan oleh karena itu maka masih banyak sekali pelanggaran mengenai hal ini, yang terjadi di sekitar kita bahkan masih banyak kasus kasus yang terkesan ditutupi, dan hal ini akan terus berlajut jika kita semua tidak dapat bergerak dengan cepat karena selama dalam diri kita tidak muncul kepedulian mengenai HAM tiap warganegara, maka demokrasi yang selalu dinanti-nanti tidak akan pernah tercipta karena pilar penunjangnya, HAM, tidak pernah benar-benar berdiri kokoh.


Tegaknya Demokrasi, Dengan Syarat Tegaknya HAM
Seperti yang telah diterangkan diatas bahwa adanya penegakan HAM di suatu Negara menandakan kecenderungan adanya demokratisasi dalamm Negara tersebut. Hal ini dikarenakan HAM sebagai salah satu pilar yang menyangga berdirinya demokrasi. Bagaimana bila kita membicarakan Indonesia? Negeri yang telah bebas dari otoritarianisme sejak 1998 dan selalu mengumbar bahwa dirinya telah bereformasi untuk mencapai pemerintahan yang jauh lebih demokratis? Apakah Indonesia yang kini dalam masa transisi pada akhirnya benar-benar akan sampai di tujuan rakyat kebanyakannya? Kita memang belum dapat menjudge-nya, tapi mungkin kita bisa sedikit menganalisa masa depan dari kenyataan yang kita punya sekarang.
Hak Asasi Manusia. HAM. Bagaimana keadaannya di Indonesia? Bagaimana penegakan HAM khususnya pasca 1998 ketika rezim otoritarian yang dipegang Soeharto ambruk?
HAM (Hak Asasi Manusia) ternyata mempunyai sejarah yang cukup panjang sebelum ia terfikirkan sebagai suatu kebutuhan atau pelengkap terpenting berdirinya demokrasi di suatu Negara. Dimulai dari masa yunani kuno, dikenal adanya istilah hukum alam (nature law). Manusia percaya bahwa segala sesuatunya hanya bias dirasakan dan diketahui oleh akal manusia. Hukum alam atau hokum kodrati ini merupakan hokum tuhan yang yang dapat diketahui oleh nalar manusia.. Hal ini menyebabkan manusia turut dan patuh pada hokum alam yang ada karena meyakini bahwa itulah yang memang harus terjadi.
Tetapi pengetahuan tentang hukum alam ini terus berkembang. Mnusia yang mempunyai akkal dan penalaran sendiri dari hidupnya pasti pada akhirnya tidak mau begitu saja menerima nasib yang menimpanya. Akal rasional yang ada pada diri masing-masing manusia ini secara terus-menerus berkembang dan mencari hakikatnya sendiri sebagai seorang manusia dan sebuah pemikiran. Oleh karena itu, konsep mengenai hanya tunduk pada hukum alam (natural law) saja tidak cocok. Manusia denngan segala sisi negatifnya; kerakuran, egoisme, dsb kadang mendominasi dirinya sendiri sehingga individu dalam Negara, atau bahkan kelompok, belum tentu mempunyai pemikiran atau persepsi yang sama mengenai suatu hal. Kepentingan-kepentingan tertentu baik pribadi ataupun golongan pasti ikut mempengaruhi serta mewarnai tiap pemikiran yang dilakukan dengan akal dan pikirannya. Oleh karena itu, penyatuan prinsip demi terjaminnya kelompok atau Negara yang ideal mesti dilakukan. Mungkin salah satu caranya adalah dengan membuat hokum atau konstitusi yang mengatur individu dam membatasi apa-apa yang ingin dilakukan. Hal ini menganung arti bahwa hukum alam yang terlalu luas tak mampu mengtur individe sebagi warganegara secara detail.
Thomas Hobbes (1588-1679), seorang filsuf menyatakan bahwa hokum alam bisa menyebabkan ketidak-adilan karena dalam diri pribadi manusia didominasi oleh watak rakus, agresif, dan mementingkan diri sendiri. Ketika masing masing pribadi mengedepankan sikap tersebut, akal sehatnya mendorong sesamanya untuk mengikatkan diri atau diformalkan dalam suatu ikatan sosial atau pejanjian sosial (sosial contract).
Seperti yang telah diketahui, pada abd-abad XV / XVI eropa banyak mengalami reformasi-reformasi di banyak idang. Mulai dari reformasi gereja, revolusi industry, revolusi perancis, dsb sehingga pada saat itu di eropa terjadi banyak kekacauan . hal ini mendorong para filsuf dan pemikir abad itu pada pemikiran membentuk Negara yang absolute yang bsa menguasai rakyatnya karena para pemikir yakin, bawa untuk meredakan kekacauan yang banyak terjadi di masa itu, Negara harus bersikap keras dan rigid pada rakyatnya. Oleh karena itu, perjanjian sosial anya lebih padakeadaan dimana rakyat memberikan seluruh haknya pada penguasa/Negara yang absolute.
Tetapi, pada perkembangannya salah satu pemikir terkenal, Jon Locke (1632-1704) menuangkan pandangannya yang lebih optimis. Ia berpendapat bahwa manusia dalam keadaan bebas atau state of nature dalam hokum alam. Ia bebas dan dan sederajat, ia tetap mempunyai hak-hak alamiah yang tidak bisa diserahkan pada kelompok masyarakat lainnya (mungkin dalam hal ini adalah pada penguasa absolute masa itu) kecuali lewat perjanjian masyarakat. Ketika masuk menjadi anggota masyarakat, manusia hanya menyerahkan hak-hak tertentunya demi keamanan dan kepentingan bersama. Masing-masing individu tetap memiliki hak prerogative fundamental yang didapat dari alam. Hak tersebut merupakan hak yang tidak terpisahkan sebagai bagian utuh dari kepribadiannya sebagai manusia.
Paparan diatas menandakan bahwa dikenalnya hak Asasi Manusia mempunyai sejarah yang amat panjang. Ia juga member gambaran bahwa hak dasar atau asasi dari manusia tidak dapat direbut karena iamerupakan sesuatu yang fundamental dalam diri tiap individu manusia.

Penegakan HAM di Indonesia Pasca Orde Baru (1998)

Masa-masa kelam otoritarianisme di Indonesia selama 32 taun ada dalam tampu kepemimpinan Soeharto sebagai presiden. Basis kekuasaannya yang terpusat pada ABRI, Golkar, dan Birokrasi membawanya pada system pemerintahan yang otoriter dan sentralistik. Adanya penyelewengan, yaitu pada adanya dwifungsi ABRI, membuat militerisme menjadi salah satu basis terkuat yang mendukung kepemerintahan yang dipegang Soeharto. Dampak negatifnya sudah sangat jelas, demi tetap mengeksiskan kekuasaannya, Orde baru tidak segan-segan menggunakan kemiliteran. Akibatnya, muncul banyak kekerasan dan pelanggaran-pelanggaran HAM berat yang terjadi di Indonesia, dan mirisnya, pelaku paling dominanberasal dari ABRI/TNI (militer). Mereka yang dibangun seharusnya untuk melindungi rakyat justru menjadi ancaman yang terus-menerus merongrong rakyat sehingga rakyat tidak mempunyai payung untuk berlindung karena tempat mereka berlindung justru jadi ancaman untuk mereka.

Diadakannya world conference of Human Rights di Wina, Austria, ternyata memunculkan setitik harapan bagi masyarakat Indonesia yang dikungkung rasa ketakutan. Akibat dari diadakannya konferensi HAM di dunia itu, pemerintah merumuskan keppres no. 50/1993 yang menjadi landasan hokum dibuatnya suatu komisi yang membela kepentingan-kepentingan hak asasi manusia yang dilanggar. Komnas HAM namanya. Mungkin pendiriannya hanyalah bentuk atau cara kepemerintahan soeharto yang ingin menunjukkan pada dunia internasional bahwa Indonesia, khususnya dalam tampu kepemimpinannya, sangat peduli pada hak-hak dasar atau asasi manusia. Dengan kata lain, komnas HAM hanya dijadikan alat untuk memuaskan masyarakat Internasional bahwa Indonesia juga peduli pada hak-hak asasi manusia.
Banyak pesimisme yang pastinya timbul dari dibentuknya institusi Negara yang baru ini karena pasti banyak orang yang berfikir bahwa Komnas HAM tidak akan berjalan sesuai fungsinya karena ia dibentuk hanya untuk ikut menyokong kepentingan-kepentingan Soeharto masa itu sama halnya dengan berbagai institusi-isntitusi lain yang dibentuk pemerintah masa itu. Tetapi ternyata tidak seperti itu. Komnas menunjukkan prestasi yang cukup baik dengan kinerjanya yang tidak hanya memihak pemerintah. Contohnya, dalam kasus pelanggaran HAM di Dili, Komnas HAM tanpa ragu-ragu menunjuk aparat militer yang dikenal sebagai tangan kanan Soeharto sebagai pelaku pelanggaran HAM.
Tetapi justru pasca orde baru usai pada 1998, Komnas HAM justru tak terlihat lagi eksistensinya. Kebebasan di berbagai bidang, mulai dari kebebasan pers, kebebasan berorganisasi, dll membuat aktor-aktor dalam Negara tidak lagi berupa aktor tunggal. Ruang-ruang yang dulu menjadi tempat Komnas HAM tegak dan eksis kini tergantikan oleh lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi mandiri yang terbentuk dalam ruang civil society. Bila Komnas HAM pra lengsernya soeharto mendapat simpati yang tinggi dari masyarakat, maka itu adalah hal yang wajar karena pada masa itu hanya Komnas HAM lah institusi yang dibuat Negara untuk maslah-masalah HAM. Ini menunjukkan bahwa pada masa itu Komnas HAN bisa bertindak karena ia merupakan institusi legal pemerintah dalam hal perlindungan HAM. Meskipu mungkin dalam perjalanan tugas yang diembannya mungkin belum maksimal, tetapi dengan Komnas HAM tidak benar-benar tunduk pada pemerintah, ia berarti mencetak prestasi yang baik pada saat itu. Tetapi, seperti yang telah diterangkan sebelumnya, ketika Indonesia memasuki masa transisi dimana banyak hal menjadi bebas, masyarakatpun mungkin akan lebih memilah-milah dimana ia harus berlindung. Termasuk pada organisasi, lembaga, atau LSM yang ada dan mengurusi hal yang sama dengan HAM. Secara psikologis mungkin rakyat Indonesia berfikir bahwa sebaik-baiknya institusi yang dibuat pemerintahan orde baru, masih lebih baik institusi yang terbentuk diluar pemerintahan itu karena institusi yang dibuat masa orde baru tidak mungkin tidak pasti tetap membawa kebiasaan lama orde baru meskipun sedikit.
Akhirnya, dalam perjalanan panjangnya, peran Komnas HAM pun kian melemah. Bahkan ditakutkan banyak pihak bahwa Komnas HAM, lewat anggota-anggotanya menjadi institusi yang primisif atau rawan terhadap penetrasi pembilahan (aliran) politik yang terjadi di dunia politik Indonesia sehingga bisa saja ia terpengaruh utuk hanya membela atau digunakan oleh kepentingan-kepentingan tertentu individu atau kelompok saja.

Penegakan HAM dan Kaitannya dengan Kepemerintahan dan Demokrasi
Bagaimana penegakan HAM pasca system otoritarian tumbang? Lebih baik atau sama sajakah? Atau bahkan lebih buruk?
Berdasarkan laporan yang dilakukan oleh Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KONTRAS) tahun 2002, diperoleh grafik sebagai berikut:
Jumlah korban
Kondisi korban

wilayah
Jumlah korban

Pelaku Pelanggaran HAM
Jumlah korban



Sumber: Laporan Tahunan KONTRAS tahun 2002

Dari data yang disajikan dalam grafik diatas, kita dapat bersama-sama melihat bahwa kasus-kasus pelanggaran HAM masih banyak sekali terjadi di Indonesia pasca tumbangnya rezim orde baru. Jumlah korban keseluruhan selama tahun 2002 saja ada 3067 orang dengan perincian; 798 orang ditangkap, 1205 luka-luka, 914 tewas, dan 150 orang hilang. Yang bagi kami terlihat sangat miris adalah lagi-lagi pelaku pelanggaran HAM hingga akhir tahun 2002 didominasi oleh kalangan militer, yaitu TNI dan Polri dengan perincian yang dapat dilihat pada grafik diatas. Bila dipersentasikan, pelanggaran HAM yang ada kurang lebih 50% dilakukan oleh militer (TNI/Polri). Lantas dalam masa transisi ini, apakah pelanggaran HAM juga telah mengalami masa transisi? Kenyataan bahwa pelaku pelanggaran HAM terbesar adalah dari kalangan militer, tidak mengherankan jika masyarakat cemas kembali karena teringat akan pelanggaran-pelanggaran HAM masa orde baru yang juga banyak dilakukan oleh ABRI. Hal ini dimungkinkan, karena memang pada masa itu ABRI menjadi salah satu basis penting selain Golkar dan birokrasi, untuk mendukung dan melanggengkan kekuasaan Soeharto.
Mari kita beralih pada transisi Indonesia pasca 1998. Menurut Azhar (2003;3) pada catatan kakinya ia menyatakan bahwa masa transisi dibatasi di satu sisi dengan pecahnya rezim otoritarian dan di sisi lain dengan munculnya beberapa bentuk pemerintahan yang demokratis, kembalinya pemerintahan yang otoriter atau munculnya alternative revolusioner. Bila ditilik di masa 2002 saat keperintahan dipegang oleh Megawati pasca jatuhnya Gusdur yang dikudeta secara ;konstitusional’ kembali peran politik militer melalui rekruitmen beberapa perwira tinggi aktif dan pu€rnawirawan dalam kabinetnya.
Apalagi dalam kepemerintahannya di tahun2002, banyak tokoh-tokoh lama yang pada masa orde baru merupakan pelanggar HAM berat, tetapi justru mendapat jabatan penting dalam pemerintahan. Contohnya; Sjafrie sjamsudin yang diangkat menjadi Kapuspen TNI lewat Surat Keputusan Panglima TNI No. Skep/179/II/2002, 15 februari 2002. Padahal Sjafrie Sjamsuddin diketahui terlibat dalam 4 operasi di Timor-timor. Selain itu juga, ada laporan mengenai keterlibatannya pada pembataian di Santa Cruz 1992. Selain itu tokoh lainnya adalah Timbul Silaen, yang berdasarkan Keppres No 70 tahun 2002 mendapatkan jabatan baru menjadi Kadiv Propam (Kepala Divisi Program Pengamanan Polri) pada 21 Oktober 2002. Padahal, Timbul Silaenadalah terdakwa dalam kasus pelanggaran HAM berat dengantuduhan bertanggung jawab atas kerusuhan di gereja Liquisa 6 april 1999, di rumah Manuel Viegas Carascalo, 17 April 1999, di kediaman Rafael Dos santos, 5April 1999, di Kediaman Uskup Belo, dan di Osis Dili, 5 September 1999.

Kesimpulan
Diambil dari paparan panjang yang telah dilakukan diatas, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa di masa yang yang diakui Bangsa Indonesia sebagai masa transisi menuju demokratisasi ini, Indonesia belum sepenuhnya memperjuangkan perubahan ke arah demokrasi itu. Hal ini berkaitan pada penegakan hokum dan HAM yang ada di Indonesia pasca 1998. Jika kenyataannya saja banyak oknum masa lalu yang terlibat dalam pelanggaran-pelanggaran HAM masa lalu justru mendapat angin di kepemerintahan pasca orde baru, maka penegakan HAM sebenar-benarnya mustahil dilakukan. Ketika HAM (Hak Asasi Manusia) sudah sangat sulit ditegakkan, bagaimana Bangsa Indonesia bisa berharap demokrasinya akan benar-benar menjadi kenyataan sedang hak dasar manusia saja tidak bisa terpenuhi?
Adalah tugas kita sebagai calon pemilik bangsa lah yang nanti harusnya berjuang untuk berfikir dan bertindak tidak hanya lewat kkecerdasan, tapi juga moral dan perilaku yang baik.

1 apa pendapat anda:

Anonim mengatakan...

1xbet korean bets and tips - Legalbet.co.kr
1Xbet korean betting tips 1xbet korean - Legit 1xbet korean betting tips. 100% up to €200 worrione Bonus + 300% up 바카라사이트 to €400 Bonus + 30 Free Spins.