CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

07 Desember 2008

HAk Asasi Manusia di indonesia




Latar Belakang
Di dalam pengembangan tugas teori demokrasi yang memerintahkan untuk membuat sebuah makalah mengenai semua materi yang pernah dijelaskan di dalam teori demokrasi ini kami mengambil materi pada minggu keempat yaitu mengenai Pilar-pilar Demokrasi, yang berisikan pembagian kekuasaan, partai politik dan pemilu, kemajemukan, ranah public dan kebebasan pers, budaya politik, masyarakat madani, dan kepastian hukum dan Hak Asasi Manusia, namun hal tersebut kami rasa masih sangat luas sekali oleh karena itu kelompok kami mencoba untuk mengambil satu Pilar Terakhir, Yaitu Mengenai Hak Asasi Manusia yang menurut kami adalah Pilar yang yang juga cukup penting atau bahkan lebih penting dari pilar yang lain karena menyangkut mengenai hal yang paling bersinggungan dengan masalah yang paling mendasar di dalam diri manusia.
Namun yang akan kami soroti yaitu mengenai sebuah permasalahan yang ada di Indonesia, berupa hubungan Pilar demokrasi terakhir ini yaitu HAM dengan demokrasi di Indonesia, Pertama-tama kami akan sedikit menjelaskan mengenai perkembangan 4 babak demokrasi di Indonesia dan kami akan mencoba untuk mengkorelasikan dengan perkembangan HAM pada masa – masa tersebut karena seperti yang kita ketahui bahwa di dunia internasional ada sebuah hukum yang menjamin mengenai Hak–hak asasi Manusia yang memilki tujuan untuk memberikan perlindungan internasional untuk hak–hak asasi dan kebebasan pribadi dan kelompok atas penyalahgunaan oleh pemerintah dan dalam hal tertentu juga atas kelakuan pribadi, kelompok pribadi dan organisasi swasta lain dan mengusahakan serta menjamin bagi mereka iklim hidup yang sesuai dengan martabat manusia.oleh karena itu kami mencoba untuk menilai apakah HAM di Indonesia sudah sama dengan konteks atau instrumen pokok hak asasi menusia tersebut.
Harapan kami selanjutnya adalah dapat memperlihatikan perkembangan HAM di Indonesia dan menjelaskan bagaimana HAM ditegakan di Indonesia pada masa transisi ini?
I.II TINJAUAN PUSTAKA
A. Menurut Prof. Dr. A. Gunawan setiardja dalam bukunya ‘Hak-hak asasi manusia’ berdasarkan ideology pancasila mengatakan bahwa HAM Atau hak hak fundamental itu melekat pada kodrat manusia sendiri, dan ada dua landasan HAM yaitu :
1. Landasan yang langsung dan yang pertama : kodrat manusia
2. Landasan yang kedua dan yang lebih dalam : Tuhan sendiri, yang yang menciptakan manusia

B. Presiden Rosevelt mengatakan hak hak manusia ada empat yangn dikenal dengan istilah The Four freedoms ( Empat Kebebasan ), yaitu :
1. Kebebasan untuk berbicara dan menyatakan pendapat ( freedom of speech )
2. Kebebasan beragama ( freedom of religion )
3. Kebebasan dari ketakutan ( Freedom from fear )
4. Kebebasan dari kemelaratan ( freedom from want )
C. Mr.P. van Dijk dalam karyanya yang berjudul Hukum Internasional Mengenaib Hak hak Asasi manusia mengatakan ada tiga generasi di dalam melihat hak asasi Manusia yaitu :
1. Generasi pertama yang mengandung kebebasan dan ditujukan pada eksistensi insan pribadi dan kemungkinan perkembanga, sedangkan,
2. Generasi kedua mengandung hak ekonomi, social dan kebudayaan dan
3. Generasi ketiga hak hak asasi manusia yang menjadi hak bangsa bangsa dan memperoleh dasarnya dalam solidaritas bangsa bangsa, sdperti hak bangsa bangsa untuk menentukan nasib sendiri, hak untuk perdamaian, untuk kemajuan, untuk lingkungan yang layak untuk hidup dan lain lain.
D. Hak asasi menurut Prof. Miriam budiardjo di dalam bukunya “Dasar Dasar Ilmu Politik” adalah hak yang dimilki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya
D. Hak asasi menurut Prof. Miriam budiardjo di dalam bukunya “Dasar Dasar Ilmu Politik” adalah hak yang dimilki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat.

E. Dalam deklarasi Universal BAB 2 Mengenai larangan diskriminasi dinyatakan;
Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang dinyatakan dalam Deklarasi ini, dengan tanpa pembeda apapun seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik atau pendapat lain, asal usul kebangsaan, bangsa dan sosial, harta milik, status kelahiran atau status lain. Selanjutnya tidak boleh dilakukan pembedaan atas dasar status politik, status yurisdiksi atau status internasional Negara dan wilayah tempat seseorangn termaksuk di dalamnya, apakah wilayah itu merdeka, perwakilan, tidak berpemerintahan – sendiri atau dibawah pembatasan kedaulatan lain apa pun
Dan hak hak yang dimaksud dalam hal tersebut diantaranya :
a. Hak atas penghidupan,
b. Hak atas kemerdekaan dan keselamatan,
c. Hak atas pengakuan manusia sebagai pribadi,
d. Hak atas kebebasan pribadi,
e. Hak atas harta benda,
f. Hak atas pemikiran, hati nurani dan agama,
g. Hak mengeluarkan pendapat,
h. Hak untuk berkumpul dan berapat,
i. Hak atas jaminan Sosial,
j. Dan Lain Lain.
F. Namun menurut kelompok kami hak asasi manusia adalah sebuah hal yang telah melekat sejak kita berada di dalam kandungan mengenai kelangsungan hidup seseorang, sehingga hak tersebut adalah bersifat mutlak bagi seluruh manusia tanpa membedakan apapun.



Sedikit Gambaran Mengenai Demokrasi Indonesia
Sebagai sebuah Negara yang baru saja lepas dari sebuah rezim otoriter yang berbasis militer, kata Demokrasi bagi Indonesia tentunya belum memiliki makna yang luas dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakatnya. Namun dalam kurun waktu sepuluh tahun ini setidaknya bangsa Indonesia telah mencoba berbagai hal dalam rangka mewujudkan demokrasi dalam setiap aspek kehidupan, salah satunya adalah dengan cara mewujudkan delapan aspek pilar demokrasi, dimana HAM termasuk salah satunya dan merupakan salah satu pilar terpenting dalam terwujudnya pemerintahan yang demokratis. Di Indonesia sendiri, masalah pergulatan HAM itu sendiri masih sangatlah pelik, hal ini dikarenakan pada era Orde Baru pengakuan dan penegakan HAM oleh pemerintah masih sangatlah kurang. Meskipun pada tahun 1993 pemerintah mendirikan Komnas HAM sebagai institusi yang melindungi dan menegakkan HAM di Indonesia, namun pada kenyataanya masih banyak pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi di berbagai daerah. Oleh karena itu masih banyak pihak-pihak yang mempertanyakan kredibilitas dari Komnas HAM itu sendiri karena Komnas HAM merupakan institusi korporatisme Negara yang tidak akan pernah melangkah lebih jauh, kecuali dalam melayani dan mengukuhkan kepentingan rejim politik pada waktu itu.
Namun pada tanggal 21 mei 1998, Presiden Soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun akhirnya terpaksa melepas tampu pemerintahannya karena desakan seluruh rakyat Indonesia yang diwakili oleh para mahasiswa pada tahun 1998. selanjutnya B.J Habibie naik menjadi presiden Indonesia yang ke-3, sejak saat itulah harapan untuk mewujudkan sistem politik yang demokratis dan memberikan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia mulai tumbuh. Inilah awal dimulainya langkah reformasi politik di mana pemerintah memberikan toleransi kepada rakyat untuk menikmati tiga kebebasan dasar (three fundamental freedoms) yaitu, kebebasan berkumpul (freedom of assembly), kebebasan berekspresi (freedom of expression) dan kebebasan berorganisasi (freedom to form an organization). Tiga kebebasan dasar tersebut merupakan dasar yang menentukan bagi perkembangan demokrasi di Indonesia. Mustahil membangun demokrasi tanpa kehadiran tiga kebebasan dasar tersebut. Tanpa kehadiran tiga kebebasan dasar itu mustahil rakyat dapat mengaktualisasikan hak-hak politiknya.
Dengan demikian, semakin terlihatnya peran HAM dalam proses demokrasi di Indonesia yang lambat laun memperlihatkan bahwa di Negara Indonesiapun Hak Asasi yang selama ini dipertanyakan dapat berjalan meskipun dengan lamban, tapi pada akhirnya masih muncul sebuah pertanyaan besar tentang peran penegakan HAM itu sendiri dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Lantas, dalam perjalanan bangsa besar menuju masyarakat dan pemerintahan yang demokratis, apakah bangsa ini akan sampai pada tujuannya? Yaitu menjadi bangsa yang demokratis yang disokong dengan tegaknya nilai-nilai kemanusiaan (HAM) sebagai pilarnya?
Untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut, terlebih dahulu kita harus paham apa yang disebut dengan demokrasi. Menurut asal katanya, demokrasi terdiri dari dua kata yunani, yaitu demos yang berarti rakyat dan kratos/kratein yang berarti kekuasaan/berkuasa, yang jika kedua kata tersebut digabungkan akan memiliki makna bahwa kekuasaan berada di tangan rakyat. Sedangkan Henry B. Mayo menyebutkan dalam bukunya yang berjudul Introduction to Democratic Theory bahwa demokrasi adalah sebuah sistem politik yang demokratis ialah dimana kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkal yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. Selain itu sumber lain menyebutkan bahwa Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Dari beberapa pengertian diatas dapat ditangkap bahwa aspek penting dalam sebuah pemerintahan yang ingin disebut demokrasi adalah adanya peran masyarakat yang cukup besar dalam proses pemerintahan dalam sebuah negara. Mengenai perjalanan demokrasi itu sendiri sebenarnya sudah cukup panjang, dikatakan bahwa ide dasar dari demokrasi ini muncul dari Negara-negara barat, namun pasca perang dunia ke dua, ide sebuah pemerintahan yang demokratis mulai dijalankan di Negara-negara kawasan Asia dan Afrika, termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri, telah mengalami empat masa demokrasi sejak kemerdekaan pada tanggal 17 agustus 1945. Pertama adalah demokrasi liberal dimasa kemerdekaan. Kedua adalah demokrasi terpimpin, ketika Presiden Soekarno membubarkan konstituante dan mendeklarasikan demokrasi terpimpin. Ketiga adalah demokrasi Pancasila yang dimulai sejak pemerintahan Presiden Soeharto. Keempat adalah demokrasi yang saat ini masih dalam masa transisi. Setiap masa demokrasi yang terjadi di Indonesia memiliki sisi positif dan negatifnya masing-masing, tapi yang terlihat jelas adalah setiap masa demokrasi tersebut dapat diambil pelajaran demi kemajuan bangsa dimasa selanjutnya.
Pada masa demokrasi liberal, diharapkan sistem ini dapat membawa Indonesia ke arah yang lebih baik setelah terbebas penjajahan. Namun pada kenyataannya, sistem demokrasi liberal ini belum membawa perubahan yang berarti bagi Indonesia, hal ini diakibatkan dengan sering bergantinya kebinet akibat mosi tidak percaya yang dijatuhkan oleh parlemen, yang kemudian membawa dampak dari setiap program yang dicanangkan oleh setiap kabinet tidak bisa terselesaikan atau bahkan tidak terlaksana. Masa demokrasi selanjutnya adalah masa demokrasi terpimpin yang diserukan oleh presiden Soekarno yang merasa bahwa konstituante bekerja terlalu lama dalam membuat undang-undang yang baru. Hal ini mengakibatkan kekuasaan Soekarno yang absolute setelah MPRS mengangkat Soekarano sebagai presiden seumur hidup. Pada masa ini memang Indonesia menjadi Negara di kawasan Asia yang patut diperhitungkan, terutama mengenai angkatan bersenjatanya dan beberapa peran penting yang diambil Soekarno dalam beberapa forum internasional. Namun sebagai konsekuensinya, perekonomian rakyat kurang diperhatikan akibat beberapa kebijakan politik yang dijalankan saat itu. Masa demokrasi yang ketiga adalah demokrasi pancasila, dibawah kepemimpinan Soeharto, pada masa ini stabilitas dan keamanan nasioanal sangat dijaga ketat, keadaan perekonomian rakyat juga relative baik, nilai tukar dan alokasi subsidi BBM juga relative stabil sehingga harga barang-barang relatif dapat dijangkau oleh masyarakat secara umum. Namun di sisi lain terjadi pembredelan terhadap berbagai hak, terutama tiga hak dasar yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu yaitu, kebebasan berkumpul (freedom of assembly), kebebasan berekspresi (freedom of expression) dan kebebasan berorganisasi (freedom to form an organization). Selain itu, munculnya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme menjangkiti dari setiap instansi pemerintahan, dan hal ini terus berlanjut samapi sekarang meskipun masa Soeharto telah berkahir. Masa demokrasi terakhir adalah yang sedang terjadi saat ini, yaitu demokrasi yang masih mengalami transisi, masa ini terjadi ketika soeharto lengser, penyampaian pendapat dan aspirasi masyarakat mengalami peningkatan pada masa ini, pemilu yang diikuti oleh banyak partai juga merupakan peningkatan dalam bidang politik. Namun, di masa transisi ini, masyarakat Indonesia yang mengetahui mengenai makna yang sebenarnya tentang demokrasi sangat sedikit jumlahnya, sebagian besar hanya tahu mengenai demokrasi adalah bebas berbicara, beraspirasi dan berdemo saja, setiap individu ingin pendapat dan usulnya dapat diterima dan dilaksanakan. Akibat yang ditimbulkan oleh rendahnya pengetahuan tentang demokrasi ini adalah banyaknya tindakan-tindakan diluar batas wajar manusia, pengrusakan, diskriminasi, pelanggaran terhadap HAM, dan masih banyak lagi. Hal inilah sebenarnya yang menjdi masalah penting dari proses demokrasi di Indonesia saat ini, memberi pengertian dan pembelajaran terhadap masyarakat menengah kebawah khususnya mengenai demokrasi dan perpolitikan di Indonesia. Seperti yang diketahui bahwa proses politik dan demokrasi di Indonesia ini selalu dianggap milik kaum ekonomi atas, sehingga hal ini berimplikasi pada pemenuhan Hak Asasi Manusia kaum ekonomi bawah dalam berbagai aspek.
Di dalam kaca mata masyarakat saat ini Hak Asasi Manusia masih menjadi sebuah permasalahan yang sangat tabu, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui apakah sebenarnya yang dinamakan HAM tersebut, dan oleh karena itu maka masih banyak sekali pelanggaran mengenai hal ini, yang terjadi di sekitar kita bahkan masih banyak kasus kasus yang terkesan ditutupi, dan hal ini akan terus berlajut jika kita semua tidak dapat bergerak dengan cepat karena selama dalam diri kita tidak muncul kepedulian mengenai HAM tiap warganegara, maka demokrasi yang selalu dinanti-nanti tidak akan pernah tercipta karena pilar penunjangnya, HAM, tidak pernah benar-benar berdiri kokoh.


Tegaknya Demokrasi, Dengan Syarat Tegaknya HAM
Seperti yang telah diterangkan diatas bahwa adanya penegakan HAM di suatu Negara menandakan kecenderungan adanya demokratisasi dalamm Negara tersebut. Hal ini dikarenakan HAM sebagai salah satu pilar yang menyangga berdirinya demokrasi. Bagaimana bila kita membicarakan Indonesia? Negeri yang telah bebas dari otoritarianisme sejak 1998 dan selalu mengumbar bahwa dirinya telah bereformasi untuk mencapai pemerintahan yang jauh lebih demokratis? Apakah Indonesia yang kini dalam masa transisi pada akhirnya benar-benar akan sampai di tujuan rakyat kebanyakannya? Kita memang belum dapat menjudge-nya, tapi mungkin kita bisa sedikit menganalisa masa depan dari kenyataan yang kita punya sekarang.
Hak Asasi Manusia. HAM. Bagaimana keadaannya di Indonesia? Bagaimana penegakan HAM khususnya pasca 1998 ketika rezim otoritarian yang dipegang Soeharto ambruk?
HAM (Hak Asasi Manusia) ternyata mempunyai sejarah yang cukup panjang sebelum ia terfikirkan sebagai suatu kebutuhan atau pelengkap terpenting berdirinya demokrasi di suatu Negara. Dimulai dari masa yunani kuno, dikenal adanya istilah hukum alam (nature law). Manusia percaya bahwa segala sesuatunya hanya bias dirasakan dan diketahui oleh akal manusia. Hukum alam atau hokum kodrati ini merupakan hokum tuhan yang yang dapat diketahui oleh nalar manusia.. Hal ini menyebabkan manusia turut dan patuh pada hokum alam yang ada karena meyakini bahwa itulah yang memang harus terjadi.
Tetapi pengetahuan tentang hukum alam ini terus berkembang. Mnusia yang mempunyai akkal dan penalaran sendiri dari hidupnya pasti pada akhirnya tidak mau begitu saja menerima nasib yang menimpanya. Akal rasional yang ada pada diri masing-masing manusia ini secara terus-menerus berkembang dan mencari hakikatnya sendiri sebagai seorang manusia dan sebuah pemikiran. Oleh karena itu, konsep mengenai hanya tunduk pada hukum alam (natural law) saja tidak cocok. Manusia denngan segala sisi negatifnya; kerakuran, egoisme, dsb kadang mendominasi dirinya sendiri sehingga individu dalam Negara, atau bahkan kelompok, belum tentu mempunyai pemikiran atau persepsi yang sama mengenai suatu hal. Kepentingan-kepentingan tertentu baik pribadi ataupun golongan pasti ikut mempengaruhi serta mewarnai tiap pemikiran yang dilakukan dengan akal dan pikirannya. Oleh karena itu, penyatuan prinsip demi terjaminnya kelompok atau Negara yang ideal mesti dilakukan. Mungkin salah satu caranya adalah dengan membuat hokum atau konstitusi yang mengatur individu dam membatasi apa-apa yang ingin dilakukan. Hal ini menganung arti bahwa hukum alam yang terlalu luas tak mampu mengtur individe sebagi warganegara secara detail.
Thomas Hobbes (1588-1679), seorang filsuf menyatakan bahwa hokum alam bisa menyebabkan ketidak-adilan karena dalam diri pribadi manusia didominasi oleh watak rakus, agresif, dan mementingkan diri sendiri. Ketika masing masing pribadi mengedepankan sikap tersebut, akal sehatnya mendorong sesamanya untuk mengikatkan diri atau diformalkan dalam suatu ikatan sosial atau pejanjian sosial (sosial contract).
Seperti yang telah diketahui, pada abd-abad XV / XVI eropa banyak mengalami reformasi-reformasi di banyak idang. Mulai dari reformasi gereja, revolusi industry, revolusi perancis, dsb sehingga pada saat itu di eropa terjadi banyak kekacauan . hal ini mendorong para filsuf dan pemikir abad itu pada pemikiran membentuk Negara yang absolute yang bsa menguasai rakyatnya karena para pemikir yakin, bawa untuk meredakan kekacauan yang banyak terjadi di masa itu, Negara harus bersikap keras dan rigid pada rakyatnya. Oleh karena itu, perjanjian sosial anya lebih padakeadaan dimana rakyat memberikan seluruh haknya pada penguasa/Negara yang absolute.
Tetapi, pada perkembangannya salah satu pemikir terkenal, Jon Locke (1632-1704) menuangkan pandangannya yang lebih optimis. Ia berpendapat bahwa manusia dalam keadaan bebas atau state of nature dalam hokum alam. Ia bebas dan dan sederajat, ia tetap mempunyai hak-hak alamiah yang tidak bisa diserahkan pada kelompok masyarakat lainnya (mungkin dalam hal ini adalah pada penguasa absolute masa itu) kecuali lewat perjanjian masyarakat. Ketika masuk menjadi anggota masyarakat, manusia hanya menyerahkan hak-hak tertentunya demi keamanan dan kepentingan bersama. Masing-masing individu tetap memiliki hak prerogative fundamental yang didapat dari alam. Hak tersebut merupakan hak yang tidak terpisahkan sebagai bagian utuh dari kepribadiannya sebagai manusia.
Paparan diatas menandakan bahwa dikenalnya hak Asasi Manusia mempunyai sejarah yang amat panjang. Ia juga member gambaran bahwa hak dasar atau asasi dari manusia tidak dapat direbut karena iamerupakan sesuatu yang fundamental dalam diri tiap individu manusia.

Penegakan HAM di Indonesia Pasca Orde Baru (1998)

Masa-masa kelam otoritarianisme di Indonesia selama 32 taun ada dalam tampu kepemimpinan Soeharto sebagai presiden. Basis kekuasaannya yang terpusat pada ABRI, Golkar, dan Birokrasi membawanya pada system pemerintahan yang otoriter dan sentralistik. Adanya penyelewengan, yaitu pada adanya dwifungsi ABRI, membuat militerisme menjadi salah satu basis terkuat yang mendukung kepemerintahan yang dipegang Soeharto. Dampak negatifnya sudah sangat jelas, demi tetap mengeksiskan kekuasaannya, Orde baru tidak segan-segan menggunakan kemiliteran. Akibatnya, muncul banyak kekerasan dan pelanggaran-pelanggaran HAM berat yang terjadi di Indonesia, dan mirisnya, pelaku paling dominanberasal dari ABRI/TNI (militer). Mereka yang dibangun seharusnya untuk melindungi rakyat justru menjadi ancaman yang terus-menerus merongrong rakyat sehingga rakyat tidak mempunyai payung untuk berlindung karena tempat mereka berlindung justru jadi ancaman untuk mereka.

Diadakannya world conference of Human Rights di Wina, Austria, ternyata memunculkan setitik harapan bagi masyarakat Indonesia yang dikungkung rasa ketakutan. Akibat dari diadakannya konferensi HAM di dunia itu, pemerintah merumuskan keppres no. 50/1993 yang menjadi landasan hokum dibuatnya suatu komisi yang membela kepentingan-kepentingan hak asasi manusia yang dilanggar. Komnas HAM namanya. Mungkin pendiriannya hanyalah bentuk atau cara kepemerintahan soeharto yang ingin menunjukkan pada dunia internasional bahwa Indonesia, khususnya dalam tampu kepemimpinannya, sangat peduli pada hak-hak dasar atau asasi manusia. Dengan kata lain, komnas HAM hanya dijadikan alat untuk memuaskan masyarakat Internasional bahwa Indonesia juga peduli pada hak-hak asasi manusia.
Banyak pesimisme yang pastinya timbul dari dibentuknya institusi Negara yang baru ini karena pasti banyak orang yang berfikir bahwa Komnas HAM tidak akan berjalan sesuai fungsinya karena ia dibentuk hanya untuk ikut menyokong kepentingan-kepentingan Soeharto masa itu sama halnya dengan berbagai institusi-isntitusi lain yang dibentuk pemerintah masa itu. Tetapi ternyata tidak seperti itu. Komnas menunjukkan prestasi yang cukup baik dengan kinerjanya yang tidak hanya memihak pemerintah. Contohnya, dalam kasus pelanggaran HAM di Dili, Komnas HAM tanpa ragu-ragu menunjuk aparat militer yang dikenal sebagai tangan kanan Soeharto sebagai pelaku pelanggaran HAM.
Tetapi justru pasca orde baru usai pada 1998, Komnas HAM justru tak terlihat lagi eksistensinya. Kebebasan di berbagai bidang, mulai dari kebebasan pers, kebebasan berorganisasi, dll membuat aktor-aktor dalam Negara tidak lagi berupa aktor tunggal. Ruang-ruang yang dulu menjadi tempat Komnas HAM tegak dan eksis kini tergantikan oleh lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi mandiri yang terbentuk dalam ruang civil society. Bila Komnas HAM pra lengsernya soeharto mendapat simpati yang tinggi dari masyarakat, maka itu adalah hal yang wajar karena pada masa itu hanya Komnas HAM lah institusi yang dibuat Negara untuk maslah-masalah HAM. Ini menunjukkan bahwa pada masa itu Komnas HAN bisa bertindak karena ia merupakan institusi legal pemerintah dalam hal perlindungan HAM. Meskipu mungkin dalam perjalanan tugas yang diembannya mungkin belum maksimal, tetapi dengan Komnas HAM tidak benar-benar tunduk pada pemerintah, ia berarti mencetak prestasi yang baik pada saat itu. Tetapi, seperti yang telah diterangkan sebelumnya, ketika Indonesia memasuki masa transisi dimana banyak hal menjadi bebas, masyarakatpun mungkin akan lebih memilah-milah dimana ia harus berlindung. Termasuk pada organisasi, lembaga, atau LSM yang ada dan mengurusi hal yang sama dengan HAM. Secara psikologis mungkin rakyat Indonesia berfikir bahwa sebaik-baiknya institusi yang dibuat pemerintahan orde baru, masih lebih baik institusi yang terbentuk diluar pemerintahan itu karena institusi yang dibuat masa orde baru tidak mungkin tidak pasti tetap membawa kebiasaan lama orde baru meskipun sedikit.
Akhirnya, dalam perjalanan panjangnya, peran Komnas HAM pun kian melemah. Bahkan ditakutkan banyak pihak bahwa Komnas HAM, lewat anggota-anggotanya menjadi institusi yang primisif atau rawan terhadap penetrasi pembilahan (aliran) politik yang terjadi di dunia politik Indonesia sehingga bisa saja ia terpengaruh utuk hanya membela atau digunakan oleh kepentingan-kepentingan tertentu individu atau kelompok saja.

Penegakan HAM dan Kaitannya dengan Kepemerintahan dan Demokrasi
Bagaimana penegakan HAM pasca system otoritarian tumbang? Lebih baik atau sama sajakah? Atau bahkan lebih buruk?
Berdasarkan laporan yang dilakukan oleh Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KONTRAS) tahun 2002, diperoleh grafik sebagai berikut:
Jumlah korban
Kondisi korban

wilayah
Jumlah korban

Pelaku Pelanggaran HAM
Jumlah korban



Sumber: Laporan Tahunan KONTRAS tahun 2002

Dari data yang disajikan dalam grafik diatas, kita dapat bersama-sama melihat bahwa kasus-kasus pelanggaran HAM masih banyak sekali terjadi di Indonesia pasca tumbangnya rezim orde baru. Jumlah korban keseluruhan selama tahun 2002 saja ada 3067 orang dengan perincian; 798 orang ditangkap, 1205 luka-luka, 914 tewas, dan 150 orang hilang. Yang bagi kami terlihat sangat miris adalah lagi-lagi pelaku pelanggaran HAM hingga akhir tahun 2002 didominasi oleh kalangan militer, yaitu TNI dan Polri dengan perincian yang dapat dilihat pada grafik diatas. Bila dipersentasikan, pelanggaran HAM yang ada kurang lebih 50% dilakukan oleh militer (TNI/Polri). Lantas dalam masa transisi ini, apakah pelanggaran HAM juga telah mengalami masa transisi? Kenyataan bahwa pelaku pelanggaran HAM terbesar adalah dari kalangan militer, tidak mengherankan jika masyarakat cemas kembali karena teringat akan pelanggaran-pelanggaran HAM masa orde baru yang juga banyak dilakukan oleh ABRI. Hal ini dimungkinkan, karena memang pada masa itu ABRI menjadi salah satu basis penting selain Golkar dan birokrasi, untuk mendukung dan melanggengkan kekuasaan Soeharto.
Mari kita beralih pada transisi Indonesia pasca 1998. Menurut Azhar (2003;3) pada catatan kakinya ia menyatakan bahwa masa transisi dibatasi di satu sisi dengan pecahnya rezim otoritarian dan di sisi lain dengan munculnya beberapa bentuk pemerintahan yang demokratis, kembalinya pemerintahan yang otoriter atau munculnya alternative revolusioner. Bila ditilik di masa 2002 saat keperintahan dipegang oleh Megawati pasca jatuhnya Gusdur yang dikudeta secara ;konstitusional’ kembali peran politik militer melalui rekruitmen beberapa perwira tinggi aktif dan pu€rnawirawan dalam kabinetnya.
Apalagi dalam kepemerintahannya di tahun2002, banyak tokoh-tokoh lama yang pada masa orde baru merupakan pelanggar HAM berat, tetapi justru mendapat jabatan penting dalam pemerintahan. Contohnya; Sjafrie sjamsudin yang diangkat menjadi Kapuspen TNI lewat Surat Keputusan Panglima TNI No. Skep/179/II/2002, 15 februari 2002. Padahal Sjafrie Sjamsuddin diketahui terlibat dalam 4 operasi di Timor-timor. Selain itu juga, ada laporan mengenai keterlibatannya pada pembataian di Santa Cruz 1992. Selain itu tokoh lainnya adalah Timbul Silaen, yang berdasarkan Keppres No 70 tahun 2002 mendapatkan jabatan baru menjadi Kadiv Propam (Kepala Divisi Program Pengamanan Polri) pada 21 Oktober 2002. Padahal, Timbul Silaenadalah terdakwa dalam kasus pelanggaran HAM berat dengantuduhan bertanggung jawab atas kerusuhan di gereja Liquisa 6 april 1999, di rumah Manuel Viegas Carascalo, 17 April 1999, di kediaman Rafael Dos santos, 5April 1999, di Kediaman Uskup Belo, dan di Osis Dili, 5 September 1999.

Kesimpulan
Diambil dari paparan panjang yang telah dilakukan diatas, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa di masa yang yang diakui Bangsa Indonesia sebagai masa transisi menuju demokratisasi ini, Indonesia belum sepenuhnya memperjuangkan perubahan ke arah demokrasi itu. Hal ini berkaitan pada penegakan hokum dan HAM yang ada di Indonesia pasca 1998. Jika kenyataannya saja banyak oknum masa lalu yang terlibat dalam pelanggaran-pelanggaran HAM masa lalu justru mendapat angin di kepemerintahan pasca orde baru, maka penegakan HAM sebenar-benarnya mustahil dilakukan. Ketika HAM (Hak Asasi Manusia) sudah sangat sulit ditegakkan, bagaimana Bangsa Indonesia bisa berharap demokrasinya akan benar-benar menjadi kenyataan sedang hak dasar manusia saja tidak bisa terpenuhi?
Adalah tugas kita sebagai calon pemilik bangsa lah yang nanti harusnya berjuang untuk berfikir dan bertindak tidak hanya lewat kkecerdasan, tapi juga moral dan perilaku yang baik.

09 November 2008

apakah kesalah UGM sesungguhnya ?




Kejadian itu terjadi tepat di depan mataku
ketika aq hendak berjalan bersama temanku yang bernanma farid ketika itu hujan rntik, bergaya orang yang tidak peduli hujan saya tetap melanjutkan perjalanan, ketika itu saya hendak pergi ke perpustakaan Pusat UGM yang terletak di depan KOPMA Koprasi mahasiswa UGM setelah selesai shooting buat tugas STRATEKOMPOL yang dikumpulkan senin ini, namun ketika kami berjalan hujan menjadi besar ketika kami berada di samping Graha Sabha Pramana,berlagak cuek saja saya tetap melanjutkan perjalanan saya walaupun dengan sedikit perasaaan waswas takut buku yang saya bawa kehujanan
ketika berjalan di sebelah pohon utara lapangan GSP tibatiba adanya hembusan angin yang sangat kencang, seketika sayapun berlari ke UC yang terletak di seberang jalan,
seketika itupun angin semakin mambesar, aq kir sebelumnya bahwa ini hanya badai biasa karena di bogor tempat asalku aq sering melihat badai, namun katika ranting pohon seberang jalan jatuh tapat di depan mataku dan menimpa 2 mobil yang ada di parkuran UC sekartika itu saya takut, dan seluruh orang yang ada di dalam UC yang ternyata sudah sangat banyak berteriak histeris dan mengucapkan lafadz lafadz allah swt, dan itupun cukupn membuat hatiku gentar walaupun pada saat itu saya tidak terlihat gentar sedikitpun,

di depan UC saya melihat ada seorang pedagang yang mencoba berteduh dan ternyata batangan batangan pohon yang ada di atasanya rubuh dan mengenai 2 motor dan barang dagangannya ( perlu diketahui bahwa beliau adalah pedagangn hamburger) dan beliau tidak mau masuk kedalam, tersentak aq langsung keluar dan menarik beliau, aq tidak peduli umurnya lebih tua dari saya namun saya tetap menyeretnya, awalnya belaiu tdak mau namun setelah angin membesar akhirnya beliau takut dan menuruti untuk masuk, dan katika itu adanya kaca UC yang terhempas angin dan pecah yang membuat kami semua makin panik,namun kajadian ini terjadiu dalam selang waktu 15 - 20 menit saja, seelah angain berlalu walau masih sedikit hujan rintik kami semua keluar dan mulai merapihkan motor dan moboil yang terkena dahan pohon,

setelah saya selesai ikut mambantu membersihkan saa dan kawan saya sedikit penaaran dengan separah apakanh kerusakannya, dan masya allah sangat menakjubkan bahwa dari kator rektorat hingga GSP Pohon semua banyak yang tumbang, tepat terpaah ada di Fak, Ekonomi, kamidian jajaran UC dan sebrang jalannya termaksud Kopma dan Gelanggang mhasiswa hancur oleh angintadi, di sepanjang jalan dari kantir pusat GSP Gelanggang Kopma terliha hancurnya bangunan , hingga ke Fak Kedokteran Gigi yang berunng adalah KU yang hanya terkena serpihan sedikit da ak Teknik yang tidak terkena sama sekali.


sunguh pengalaman yan sangat menegangkan dan tidak dapat terlupakan, namu saya akui baru kali ini ada kekuatan yang sangat besar yang terjadi di sekitar saya hingga merusakan puluhan rumah dan bangunan kokoh, ada sed9ikit pertanyaan dalam hati saya






APAKAH KESALAHAN UGM HINGGA TERJADI HAL SEPERTI INI ?
aq hanya menyimpan satu foto yaitu di depan akar pohon yan ada di selatan lapangan ugm yang saya rasa cukup mendeskripsikan kekuatan angain tersebut

menyelam itu indah






ternyata menyelam adalah sebuah kegiatan yang sangat menyenangkan sekali
ketika pertama kita berfikir bahwa itu adalah sesuatu yang sangat menyeramkan

entah kita berfikir akan tenggelam atau apapun namun setelah kita jalani akan menjadi sebuah hal yang sangat menyenangkan


nanti akan coba saya kirimkan cerita2 saya namun untuk sekarang saya mau ujian dulu ya tapi ini ada sedikit gambar saya ketika meyelam bersama teman2

04 November 2008

Peran Partai Politik Sebagai Wadah Aspirasi Rakyat


paper ini adalah hasil kumpulan dari puluhan papaer yang didiskusikan di Konferensi mahasiswa indonesia pada 23 - 28 okt 2008
harap dapat menjadi referensi kita bersama terima ksih..................

PRESIDEN BEM UMK
"Peran Partai Politik Sebagai Wadah Aspirasi Rakyat"

Peta Permasalahan Peran Partai Politik
1. Peran Sebagai Wadah Penyalur Aspirasi Politik
Untuk melihat seberapa jauh peran partai politik sebagai wadah penyalur aspirasi politik rakyat, sekali lagi harus dilihat dalam konteks prospektif sejarah perkembangan bangsa Indonesia itu sendiri. Pada awal kemerdekaan, partai politik belum berperan secara optimal sebagai wadah untuk menyalurkan aspirasi politik rakyat. Hal ini terlihat dari timbulnya berbagai gejolak dan ketidak puasan di sekelompok masyarakat yang merasa aspirasinya tidak terwadahi dalam bentuk gerakan-gerakan separatis seperti proklamasi Negara Islam oleh Kartosuwiryo tahun 1949, terbentuknya negara negara boneka yang bernuansa kedaerahan.2 Negara-negara boneka ini sengaja diciptakan oleh Belanda untuk memecah belah persatuan dan kesatuan. Namun kenapa hal itu terjadi dan ditangkap oleh sebagian rakyat pada waktu itu? Jawabannya adalah bahwa aspirasi rakyat berbelok arah mengikuti aspirasi penjajah, karena tersumbatnya saluran aspirasi yang disebabkan kapasitas sistem politik belum cukup memadai untuk mewadahi berbagai aspirasi yang berkembang. Di sini boleh dikatakan bahwa rendahnya kapasitas sistem politik, lebih disebabkan oleh karena sistem politik masih berada pada tahap awal perkembangannya. 3 Pada fase berikutnya dalam sejarah perjalanan bangsa yaitu masa Orde Lama, peran partai politik sebagai wadah penyalur aspirasi politik rakyat juga belum terlaksana sesuai dengan yang diharapkan. Partai politik cenderung terperangkap oleh kepentingan partai dan/ atau kelompoknya masing-masing dan bukan kepentingan rakyat secara keseluruhan. Sebagai akibat daripadanya adalah terjadinya ketidak stabilan sistem kehidupan politik dan kemasyarakatan yang ditandai dengan berganti-gantinya kabinet, partai politik tidak berfungsi dan politik dijadikan panglima, aspirasi rakyat tidak tersalurkan akibatnya kebijaksanaan politik yang dikeluarkan saat itu lebih bernuansa kepentingan politik dari pada kepentingan ekonomi, rasa keadilan terusik dan ketidak puasan semakin mengental, demokrasi hanya dijadikan jargon politik, tapi tidak disertai dengan upaya memberdayakan pendidikan politik rakyat.
Di zaman pemerintahan Orde Baru, peran partai politik dalam kehidupan berbangsa dicoba ditata melalui UU No. 3 Tahun 1973, partai politik yang jumlahnya cukup banyak di tata menjadi 3 kekuatan sosial politikyang terdiri dari 2 partai politik yaitu PPP dan PDI serta 1 Golkar. Namun penataan partai politik tersebut ternyata tidak membuat semakin berperannya partai politik sebagai wadah penyalur aspirasi politik rakyat. Partai politik yang diharapkan dapat mewadahi aspirasi politik rakyat yang terkristal menjadi kebijakan publik yang populis tidak terwujud. Hal ini terlihat dari kebijaksanaan publik yang dihasilkan pada pemerintahan orde baru ternyata kurang memperhatikan aspirasi politik rakyat dan cenderung merupakan sarana legitimasi kepentingan penguasa dan kelompok tertentu. Akibatnya pembangunan nasional bukan melakukan pemerataan dan kesejahteraan namun menimbulkan ketimpangan dan kesenjangan sosial di berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini dikarenakan peran partai politik sebagai wadah penyalur aspirasi politik rakyat oleh pemerintahan orde baru tidak ditempatkan sebagai kekuatan politk bangsa tetapi hanya ditempatkan sebagai mesin politik penguasa dan assesoris demokrasi untuk legitimasi kekuasaan semata. Akibatnya peran partai politik sebagai wadah penyalur betul-betul terbukti nyaris bersifat mandul dan hampir-hampir tak berfungsi.
Era reformasi muncul sebagai gerakan korektif dan pelopor perubahanperubahan mendasar di berbagai aspek kehidupan. Gerakan reformasi yang melahirkan proses perubahan dan melengserkan pemerintahan orde baru dan melahirkan UU No. 3 Tahun 1999 tentang partai politik memungkinkan sistem multi partai kembali bermunculan. Harapan peran partai sebagai wadah penyalur aspirasi politik akan semakin baik, meskipun hingga saat ini belum menunjukkan kenyataan. Hal ini terlihat dari kampanye Pemilu yang masih diwarnai banyaknya partai politik yang tidak mengaktualisasikan aspirasi rakyat dalam wujud program partai yang akan diperjuangkan. Mirip dengan fenomena lama dimana yang ada hanya janji dan slogan-slogan kepentingan politik sesaat. Meskipun rezim otoriter telah berakhir dan keran demokrasi telah dibuka secara luas sejalan dengan bergulirnya proses reformasi, namun perkembangan demokrasi belum terarah secara baik dan aspirasi masyarakat belum terpenuhi secara maksimal. Aspirasi rakyat belum tertangkap, terartikulasi, dan teragregasikan secara transparan dan konsisten. Distorsi atas aspirasi, kepentingan, dan kekuasaan rakyat masih sangat terasa dalam kehidupan politik, baik distorsi yang datangnya dari elit politik, penyelenggara negara, pemerintah, maupun kelompok-kelompok kepentingan. Di lain pihak, institusi pemerintah dan negara tidak jarang berada pada posisi yang seolah tidak berdaya menghadapi kebebasan yang terkadang melebihi batas kepatutan dan bahkan muncul kecenderungan yang mengarah anarchis walaupun polanya tidak melembaga dan lebih banyak bersifat kontekstual.
2. Peran sebagai Sarana Sosialisasi Politik
Budaya politik merupakan produk dari proses pendidikan atau sosialisasi politik dalam sebuah masyarakat. Dengan sosialisasi politik, individu dalam negara akan menerima norma, sistem keyakinan, dan nilai-nilai dari generasi sebelumnya, yang dilakukan melalui berbagai tahap, dan dilakukan oleh bermacam-macam agens, seperti keluarga, saudara, teman bermain, sekolah (mulai dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi), lingkungan pekerjaan, dan tentu saja media massa, seperti radio, TV, surat kabar, majalah, dan juga internet. Proses sosialisasi atau pendidikan politik
Indonesia tidak memberikan ruang yang cukup untuk memunculkan masyarakat madani (civil society). Yaitu suatu masyarakat yang mandiri, yang mampu mengisi ruang publik sehingga mampu membatasi kekuasaan negara yang berlebihan. Masyarakat madani merupakan gambaran tingkat partisipasi politik pada takaran yang maksimal. Dalam kaitan ini, sedikitnya ada tiga alasan utama mengapa pendidikan politik dan sosialisasi politik di Indonesia tidak memberi peluang yang cukup untuk meningkatkan partisipasi politik masyarakat.4
Pertama, dalam masyarakat kita anak-anak tidak dididik untuk menjadi insan mandiri. Anak-anak bahkan mengalami alienasi dalam politik keluarga. Sejumlah keputusan penting dalam keluarga, termasuk keputusan tentang nasib si anak, merupakan domain orang dewasa. Anak-anak tidak dilibatkan sama sekali. Keputusan anak untuk memasuki sekolah, atau universitas banyak ditentukan oleh orang tua atau orang dewasa dalam keluarga. Demikian juga keputusan tentang siapa yang menjadi pilihan jodoh si anak. Akibatnya anak akan tetap bergantung kepada orang tua. Tidak hanya setelah selesai pendidikan, bahkan setelah memasuki dunia kerja. Hal ini berbeda sekali di barat. Di sana anak diajarkan untuk mandiri dan terlibat dalam diskusi keluarga menyangkut hal-hal tertentu. Di sana, semakin bertambah umur anak, akan semakin sedikit bergantung kepada orang tuanya. Sementara itu di Indonesia sering tidak ada hubungan antara bertambah umur anak dengan tingkat ketergantungan kepada orang tua, kecuali anak sudah menjadi “orang” seperti kedua orang tuanya.
Kedua, tingkat politisasi sebagian terbesar masyarakat kita sangat rendah. Di kalangan keluarga miskin, petani, buruh, dan lain sebagainya, tidak memiliki kesadaran politik yang tinggi, karena mereka lebih terpaku kepada kehidupan ekonomi dari pada memikirkan segala sesuatu yang bermakna politik. Bagi mereka, ikut terlibat dalam wacana politik tentang hak-hak dan kewajiban warga negara, hak asasi manusia dan sejenisnya, bukanlah skala prioritas yang penting. Oleh karena itu, tingkat sosialisasi politik warga masyarakat seperti ini baru pada tingkat kongnitif, bukan menyangkut dimensi-dimensi yang bersifat evaluatif. Oleh karena itu, wacana tentang kebijakan pemerintah menyangkut masalah penting bagi masyarakat menjadi tidak penting buat mereka. Karena ada hal lain yang lebih penting, yaitu pemenuhan kebutuhan dasar.
Ketiga, setiap individu yang berhubungan secara langsung dengan negara tidak mempunyai alternatif lain kecuali mengikuti kehendak negara, termasuk dalam hal pendidikan politik. Jika kita amati, pendidikan politik di Indonesia lebih merupakan sebuah proses penanaman nilai-nilai dan keyakinan yang diyakini oleh penguasa negara. Hal itu terlihat dengan jelas, bahwa setiap individu wajib mengikuti pendidikan politik melalui program-program yang diciptakan pemerintah. Setiap warga negara secara individual sejak usia dini sudah dicekoki keyakinan yang sebenarnya adalah keyakinan kalangan penguasa. Yaitu mereka harus mengikuti sejak memasuki SLTP, kemudian ketika memasuki SMU, memulai kuliah di PT, memasuki dunia kerja, dan lain sebagainya. Proses pendidikan politik melalui media massa, barangkali, sedikit lebih terbuka dan individu-individu dapat lebih leluasa untuk menentukan pilihannya menyangkut informasi yang mana yang dapat dipertanggung-jawabkan kebenaran dan ketepatannya.

3. Peran sebagai Sarana Rekrutmen Politik
Peran partai politik sebagai sarana rekruitmen politik dalam rangka meningkatkan partisipasi politik masyarakat, adalah bagaimana partai politik memiliki andil yang cukup besar dalam hal: (1) Menyiapkan kader-kader pimpinan politik; (2) Selanjutnya melakukan seleksi terhadap kader-kader yang dipersiapkan; serta (3) Perjuangan untuk penempatan kader yang berkualitas, berdedikasi, memiliki kredibilitas yang tinggi, serta mendapat dukungan dari masyarakat pada jabatan jabatan politik yang bersifat strategis. Makin besar andil partai politik dalam memperjuangkan dan berhasil memanfaatkan posisi tawarnya untuk memenangkan perjuangan dalam ketiga hal tersebut; merupakan indikasi bahwa peran partai politik sebagai sarana rekrutmen politik berjalan secara efektif. Rekrutmen politik yang adil, transparan, dan demokratis pada dasarnya adalah untuk memilih orang-orang yang berkualitas dan mampu memperjuangkan nasib rakyat banyak untuk mensejahterakan dan menjamin kenyamanan dan keamanan hidup bagi setiap warga negara. Kesalahan dalam pemilihan kader yang duduk dalam jabatan strategis bisa menjauhkan arah perjuangan dari cita-rasa kemakmuran, kesejahteraan, dan keadilan bagi masyarakat luas. Oleh karena itulah tidaklah berlebihan bilamana dikatakan bahwa rekrutmen politik mengandung implikasi pada pembentukan cara berpikir, bertindak dan berperilaku setiap warga negara yang taat, patuh terhadap hak dan kewajiban, namun penuh dengan suasana demokrasi dan keterbukaan bertanggung jawab terhadap persatuan dan kesatuan bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun bila dikaji secara sekilas sampai dengan saat inipun proses rekrutmen politik belum berjalan secara terbuka, transparan, dan demokratis yang berakibat pemilihan kader menjadi tidak obyektif. Proses penyiapan kader juga terkesan tidak sistematik dan tidak berkesinambungan. Partai politik dalam melakukan pembinaan terhadap kadernya lebih inten hanya pada saat menjelang adanya event-event politik; seperti konggres partai, pemilihan umum, dan sidang MPR. Peran rekrutmen politik masih lebih didominasi oleh kekuatan-kekuatan di luar partai politik.
Pada era reformasi seperti sekarang, sesungguhnya peran partai politik masih sangat terbatas pada penempatan kader-kader politik pada jabatan-jabatan politik tertentu. Itupun, masih belum mencerminkan kesungguhannya dalam merekrut kader politik yang berkualitas, berdedikasi, dan memiliki loyalitas serta komitmen yang tinggi bagi perjuangan menegakkan kebenaran, keadilan, dan kesejahteraan bagi rakyat banyak. Banyak terjadi fenomena yang cukup ganjil, dimana anggota DPRD di beberapa daerah tidak menjagokan kadernya, tetapi justru memilih kader lain yang belum dikenal dan belum tahu kualitas profesionalismenya, kualitas pribadinya, serta komitmennya terhadap nasib rakyat yang diwakilinya. Proses untuk memenangkan seoramg calon pejabat politik tidak berdasarkan pada kepentingan rakyat banyak dan bahkan juga tidak berdasarkan kepentingan partai, tetapi masih lebih diwarnai dengan motivasi untuk kepentingan yang lebih bersifat pribadi atau kelompok. Meskipun tidak semua daerah mengalami hal semacam ini, namun fenomena buruk yang terjadi di era reformasi sangat memprihatinkan, Dalam kondisi seperti itu, tentu saja pembinaan, penyiapan, dan seleksi kader-kader politik sangat boleh jadi tidak berjalan secara memadai.
4. Peran sebagai Sarana Pengatur Konflik
Dalam makalah ini yang dimaksud dengan konflik atau pertentangan mengandung suatu pengertian tingkah laku yang lebih luas dari apa yang biasanya dibayangkan oleh kebanyakan orang. Secara umum kita sering beranggapan bahwa konflik mengandung benih dan didasarkan pada pertentangan yang bersifat kasar dan keras. Namun sesungguhnya, dasar dari konflik adalah berbeda-beda, yang secara sederhana dapat dikenali tiga elemen dasar yang merupakan ciri-ciri dari situasi konflik yaitu: (1) Terdapatnya dua atau lebih unit-unit atau bagian-bagian yang terlibat dalam suatu konflik; (2) Unit-unit tersebut, mempunyai perbedaan-perbedaan yang tajam dalam kebutuhan-kebutuhan, tujuan-tujuan, masalah-masalah, nilai-nilai, sikap-sikap, maupun gagasan-gagasan; dan (3) Terjadi atau terdapat interaksi antara unit-unit atau bagian-bagian yang terlibat dalam sebuah konflik.
Konflik merupakan suatu tingkah laku yang tidak selalu sama atau identik dengan emosi-emosi tertentu yang sering dihubungkan dan/ atau dikaitkan dengannya, seperti rasa kebencian atau permusuhan. Konflik dapat terjadi pada lingkungan yang paling kecil yaitu individu, sampai kepada lingkungan yang luas yaitu masyarakat. Pada taraf masyarakat, konflik bersumber pada perbedaan diantara nilai-nilai dan normanorma kelompok dengan nilai-nilai dan norma-norma di mana kelompok tersebut berada. Demikian pula konflik dan bersumber dari perbedaan-perbedaan dalam tujuan, nilai dan norma, serta minat yang disebabkan karena adanya perbedaan pengalaman hidup dan sumber-sumber sosial ekonomis di dalam suatu kebudayaan tertentu dengan yang ada dalam kebudayaan-kebudayaan lain.
Dalam menjalankan peran sebagai pengatur konflik ini, partai-partai politik harus benar-benar mengakar dihati rakyat banyak, peka terhadap bisikan hati nurani masyarakat serta peka terhadap tuntutan kebutuhan rakyat. Dengan munculnya partai partai baru tentu saja persyaratan mengakar di hati rakyat belum bisa terpenuhi dan bahkan boleh dikatakan masih jauh dari harapan. Sedangkan partai politik yang lamapun belum tentu telah memiliki akar yang kuat di hati rakyat, mengingat partisipasi politik rakyat masih lebih banyak bersifat semu. Artinya rakyat baru memiliki partisipasi yang nyata adalah pada saat pelaksanaan pemilihan umum, sementara pada proses-proses pembuatan keputusan politik, dan kontrol terhadap pelaksanaan kebijakan politik masih tergolong dalam kategori yang relatif rendah. Meskipun akhir-akhir ini banyak demonstrasi dan kebebasan media massa sangat luas, batasan terhadap akses informasi makin lunak; namun bila dikaji substansi yang dituntut dan disampaikan masih lebih banyak didasarkan pada rekayasa kelompok politik dan/ atau elit politik tertentu. Belum cukup marak tuntutan dan suara-suara yang memperjuangkan kepentingan rakyat banyak.
Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Peran Partai Politik dalam
Peningkatan Partisipasi Politik Masyarakat
1. Umum
Perjalanan suatu negara bangsa, dimanapun di dunia ini, akan selalu dipengaruhi oleh berbagai faktor yang bersifat sangat strategis, baik faktor-faktor pada tataran global, regional, maupun nasional. Berbagai perubahan dan pergeseran yang terjadi, tentunya membutuhkan langkah-langkah penyesuaian dari negara bangsa tersebut agar dapat tetap mempertahankan eksistensi atau kelangsungan hidupnya untuk dapat mencapai tujuan nasionalnya. Langkah-langkah penyesuaian yang dimaksud harus melibatkan berbagai kekuatan yang ada dalam suatu negara, baik pada lapisan suprastruktur politik, infrastuktur politik, maupun pada lapisan sub struktur politik. Dengan demikian, maka berbagai kekuatan tersebut secara sinergis akan mampu merumuskan dan melaksanakan strategi yang tepat melalui suatu proses dan mekanisme politik yang demokratis sehingga akan dihormati, dipatuhi, dan dilaksanakan dengan kesadaran yang mendalam bagi semua rakyat dan masyarakat pada umumnya.
Pada era transparasi dan globalisasi terjadi perubahan yang sangat mendasar dibandingkan dengan pada era-era sebelumnya. Bila pada era sebelumnya pengaruh faktor-faktor pada tataran global relatif kecil dibandingkan dengan pengaruh faktor-faktor yang berkembang pada tataran regional maupun nasional, maka pada era sekarang ini tidak mustahil justru faktor-faktor perkembangan pada tataran global jauh lebih menyentuh langsung terhadap kepentingan dan kebutuhan akan perubahan dibandingkan dengan faktor-faktor yang berkembang di lingkungan regional dan bahkan nasional sekalipun. Banyak masalah nasional sangat sulit diselesaikan hanya dengan mempertimbangkan faktor-faktor dominan yang berada pada tataran nasional. Kesulitan keluar dari kemelut ekonomi dan hak asasi manusia merupakan salah satu contoh yang dengan gambalng dapat membuktikan mengenai fenomena baru ini.
Betapa pembenahan pada tataran nasional tidak membuahkan perubahan yang berarti ke arah yang positif, karena sangat tergantung pada dominasi faktor-faktor global dan regional yang menjadi prasarat untuk diselesaikan terlebih dahulu. Bukan menjadi rahasia umum bahwa pembangunan nasional kita masih sangat bertumpu pada bantuan luar negeri. Hutang pemerintah maupun hutang swasta yang cukup besar merupakan salah satu batu sandungan bagi stiap upaya melepaskan diri dari jeratan ketergantungan pada luar negeri.
2. Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Terhadap Peran Partai Politik dalam Peningkatan Partisipasi politik Masyarakat
Faktor-faktor Pendukung. Faktor-faktor pendukung bagi penguatan peran partai politik dalam peningkatan partisipasi politik masyarakat antara lain yang terpenting adalah: (1) Masih diterimanya Pancasila serta pembukaan UUD 1945 dan keinginan untuk mengamandemen UUD 1945 merupakan wujud kesadaran berpolitik yang berakar kepada demokratisasi; (2) Masih berjalan dan kuatnya struktur politik dengan semakin mantapnya kearah demokratisasi; (3) Makin tingginya kesadaran politik masyarakat, ditunjukkan dengan pelaksanaan pemilu yang berlangsung aman, langsung, umum, bebas dan rahasia; dan (4) Masih tingginya atensi politik terhadap penyelenggaraan kepemimpinan nasional, menunjukkan sikap mengarah kedewasaan berpolitik.
Faktor-faktor Penghambat. Faktor-faktor penghambat bagi penguatan peran partai politik dalam peningkatan partisipasi politik masyarakat antara lain yang terpenting adalah: (1) Masih kurang ditaatinya peraturan, perundangan tentang mengeluarkan pendapat dan berkumpul serta masih diragukannya RUU KKN walaupun sudah diperbaiki dan disempurnakan; (2) Kurangnya dilaksanakan dalam sikap dan tindakan yang lebih mengutamakan kepentingna nasional, dapat mengakibatkan melesetnya arah ketujuan nasional; (3) Proses demokrasi dengan partai yang sangat banyak dapat memungkinkan lambatnya proses politik; (4) Kemenangan pro kemerdekaan di Timor Timor menyebabkan suhu politik semakin hangat, ditambah masalah Aceh dan Ambon yang belum tuntas menyebabkan elit politik menggunakan suasana tersebut untuk mendapatkan keuntungan bukan justru memecahkan permasalahan; dan (5) Masih adanya ide sparatis yang justru timbul pada saat situasi politik dan ekonomi lemah, serta dihadapkannya TNI dan Polri dalam front politik serta keamanan yang sangat luas.
Penguatan Peran Partai Politik dalam Peningkatan Partisipasi Politik Masyarakat
1. Umum
Dari analisis bahasan peta permasalahan partai politik dalam peningkatan partisipasi politik masyarakat, dihadapkan kepada tuntutan kebutuhan yang tercermin pada prospek peran partai politik dalam peningkatan partisipasi politik masyarakat, menunjukkan bahwa masih terdapat hal yang perlu disempurnakan, direvisi, dan bahkan diperbaharui. Hal ini sejalan dengan sebagian tujuan reformasi dalam mewujudkan kedaulatan rakyat pada seluruh sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, melalui perluasan dan peningkatan partisipasi politik rakyat. Partisipasi politik yang otonom pada hakekatnya merupakan suatu pengejawantahan dari penyelenggaraan kekuasaan politik yang syahih oleh adanya peningkatan partisipasi politik rakyat.
2. Program-program Aksi Reformasi
Dalam penguatan peran partai politik guna peningkatan partisipasi politik masyarakat, sebagai tindak lanjut dari kebijaksanaan dan strategi sebagaimana telah diuraikan, harus didukung dengan program-program aksi reformasi yang meliputi pelaksanaan restrukturisasi, refungsionalisasi, dan revitalisasi dari sistem politik dan khususnya peran partai politik tersebut.
Restrukturisasi Partai Politik, dalam pengertian melakukan perubahan dan/atau penyesuaian struktur politik yang berkaitan erat dengan peran partai politik, antara lain adalah:
a. Partai politik merupakan sarana yang sangat efektif dan bersifat legal dalam mewujudkan kemerdekaan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pikiran dalam mengembangkan kehidupan demokrasi yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat.
Untuk membangun kembali struktur partai politik, maka telah diatur dalam UU No 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik dan UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu.
Semenjak diberlakukannya UU No. 2 Tahun 1999, partai politik tidak dibatasi jumlahnya sesuai opini yang berkembang dalam masyarakat Indonesia menganut sistem multi partai, asas atau ciri partai tidak lagi Pancasila, asalkan tidak bertentangan dengan Pancasila. Namun, restrukturisasi partai politik harus terus digulirkan agar orientasi kedaerahan, agama, ras, dan golongan makin lama makin mencair dan mengkristal menjadi orientasi kebangsaan dalam bingkai persatuan dan kesatuan.
b. UU No. 3 Tahun 1999, mengatur tentang pelaksanaan pemilu, yang merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat. Pemilu harus dilakukan secara transparan,jujur dan adil dengan pemungutan suara yang langsung, umum, bebas dan rahasia. Pemilu dilaksanakan oleh satu lembaga yang bernama Komisi Pemilihan Umum (KPU). KPU bersifat bebas dan mandiri yang terdiri dari unsur partai politik peserta pemilu dan perwakilan dari pemerintah dan bertanggung jawab kepada presiden. KPU menetapkan partai-partai politik yang berhak sebagai peserta pemilu dan membentuk Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) mulai tingkat pusat sampai Tempat Pemungutan Suara (TPS). Untuk mengawasi pelaksanaan pemilu dibentuk panitia pengawas, mulai tingkat pusat, propinsi, kabupaten, dan tingkat kecamatan. Selain itu dibentuk pula lembaga pemantau pemilu yang bersifat independen, baik yang berasal dari dalam negeri ataupun yang berasal dari luar negeri. Secara langsung maupun tidak langsung.
c. Dalam pelaksanaan pemilu di masa mendatang perlu lebih disempurnakan, sehingga dapat dikurangi tingkat kecurangan-kecurangan sehingga dapat terwujud pemilu yang benar-benar bersifat luber dan jurdil. Organisasi KPU perlu disempurnakan sehingga betul-betul kapabel dan betul-betul independen. Langkah perbaikan dan penyempurnaan lembaga KPU antara lain anggota KPU sebaiknya dari perwakilan partai politik peserta pemilu dan tokoh masyarakat, sedangkan pemerintah hanya sebagai fasilitator saja. Dengan demikian kedudukan pemerintah akan lebih netral sehingga pemilu dapat luber dan jurdil. Selanjutnya KPU perlu menetapkan partai-partai politik peserta pemilu dengan tenggang waktu yang cukup lama dengan waktu pelaksanaan pemungutan suara agar partai peserta pemilu dapat mensosialisasikan partainya kepada masyarakat.
d. Hasil pehitungan suara yang dilakukan oleh PPS dari 48 partai politik peserta pemilu, yang memperoleh kursi hanya 21 partai sedangkan 27 partai politik dianggap tidak layak mengikuti pemilu yang akan datang, dan menurut aturan harus membubarkan diri. Namun demikian dalam rangka pembangunan struktur politik, sebaiknya partai-partai tersebut tidak dibubarkan tetapi dapat bergabung diantara mereka, sehingga layak untuk mengikuti pemilu mendatang. Pada sisi lain, perlu direstrukturisasi partai politik sedemikian rupa sehingga atas dasar kesadaran dan introspeksi atas diri dan eksistensinya, semua partai politik akan berkembang ke arah peningkatan kualitas kapasitas dan perannya, dan menuju pada jumlah partai politik yang sesuai dengan perkembangan aspirasi politik rakyat. Jumlah partai politik yang optimal adalah bila mampu mewakili semua aspirasi rakyat namun tidak menimbulkan konflik kepentingan yang makin divergen.
Refungsionalisasi yaitu memfungsikan kembali lembaga negara dan lembaga-lembaga politik, serta kemasyarakatan sesuai fungsi dasarnya, termasuk profesionalisme TNI sebagai kekuatan militer yang tangguh dalam melindungi NKRI sebagai satu kesatuan wilayah darat, laut, dan udara; dimana program aksinya meliputi :
a. Peningkatan peran partai politik dilaksanakan dengan cara melakukan refungsionalisasi partai politik agar mampu menyalurkan aspirasi rakyat. Partai politik saat ini masih lebih berfungsi hanya untuk memperoleh kekuasaan politik dan belum sepenuhnya menyuarakan aspirasi rakyat. Masyarakat sebagai wasit bagi perkembangan partai politik harus dididik dan diberi peluang bersikap kritis, agar dapat mengontrol sepak terjang partai politik untuk lebih mempertajam fungsinya sebagai wadah saluran aspirasi politik rakyat. Kekuasaan diperlukan hanya sebatas pada kondisi yang memungkinkan partai politik dapat menjalankan peran politiknya, bukan sebaliknya yaitu memainkan fungsinya untuk mendapatkan kekuasaan yang makin lama makin besar.
b. Partai politik selama ini mudah di intervensi oleh kekuasaan untuk kepentingan pemerintah dan/ atau politik tertentu. Rekayasa-rekayasa politik, kontrol yang ketat terhadap partai politik dan politik adu domba oleh pemerintah maupun kelompok politik harus dihentikan. Partai politik diupayakan bebas dari intervensi pemerintahan atau kekuatan politik tertentu dan harus lebih mandiri terlepas dari pengaruh.
c. Dalam kaitan ini, barangkali akan sangat mendukung perkembangan partai politik ke arah yang lebih otonom, manakala untuk kepentingan operasionalnya didukung dengan alokasi anggaran melalui APBN, agar kegiatan partai politik dapat berjalan secara fokus dan efektif dan dihindari bantuan dari pihak pemerintah atau golongan tertentu untuk kepentingan partai politik tertentu.
d. Semua partai politik pada dasarnya merupakan aset negara, bangsa dan masyarakat sehingga mempunyai kedudukan yang sama dan sederajat. Oleh karena itu, segala produk hukum dan peraturan perundangan yang mengangkat partai politik, harus diwarnai dan dijiwai dengan semangat menciptakan kondisi yang kondusif bagi persaingan yang sehat diantara partai politik. Dengan demikian, hanya partai politik yang berkualitas, kapabel, dan kredibel dihadapan mata rakyatlah yang akan tumbuh dan berkembang sebagai kekuatan politik yang dominan. Sementara partai politik yang tidak kapabel dan tidak kredibel dalam memperjuangkan kepentingan rakyat banyak akan surut dengan sendirinya. Jadi tidak boleh ada rekayasa untuk mempertahankan atau mematikan partai politik atas dasar sesuatu yang diluar kepentingan rakyat banyak.
Revitalisasi, yaitu menyusun skala prioritas permasalahan yang dihadapi Bangsa Indonesia akhir-akhir ini, mengedepankan dan memprioritaskan persatuan dan kesatuan di atas kepentingan yang lain, termasuk ancaman distegrasi. Dalam kaitan ini banyak masalah yang dihadapi namun yang cukup memprihatinkan adalah organisasi partai politik yang ada saat ini di dalam pengelolaannya masih menunjukkan adanya kekurangan-kekurangan seperti: (1) Motivasi anggota pengurus partai politik masih berorientasi kepada kepentingan pribadi, sedangkan perjuangan partai dan kepentingan pengikutnya sangat rendah; (2) Kualitas pengurus partai politik relatif rendah sehingga mudah ditunggangi oleh kepentingan kelompok tertentu; (3) Pemerintah masih banyak turut campur baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian perpecahan yang terjadi dan dalam menentukan kader/calon pemimpin partai politik (pemimpin karbitan); (4) Kekuatan partai politik belum mewujudkan kemandirian yang kuat dan belum mempunyai program yang jelas, realistis dalam mensejahterakan rakyat; dan (5) Masih ditemukannya kecemburuan diantara kekuatan partai politik, karena ketidak seimbangan sarana dan peluang untuk mendukung keberhasilan organisasi.
Untuk mencegah terjadinya permasalahan tersebut atau paling tidak meminimalkan intensitas dan frekuensinya perlu dilakukan upaya revitalisasi sebagai berikut :
a. Perlu dilakukan seleksi yang ketat dan transparan untuk memilih kepengurusan organisasi serta diakui oleh seluruh anggota, bukan karena rekayasa.
b. Perlu diwujudkan kualitas dan kemandirian organisasi, sehingga terhindar adanya intervensi dari pihak lain.
c. Terlaksananya konsolidasi organisasi secara bebas tanpa campur tangan pemerintah atau pihak lain yang tidak kompeten, sehingga berkembangan pendewasaan kekuatan partai politik.
d. Pemerintah dan negara perlu dan harus berlaku secara adil dan seimbang dalam mendukung keberhasilan organisasi.
e. Kemampuan, dedikasi serta loyalitas yang tinggi dalam diri setiap pemimpin organisasi, serta didukung moral dan etika setiap anggota, akan menghindari terjadinya kemelut di dalam organisasi.
f. Agar setiap keputusan yang diambil oleh pemimpin organisasi dapat diterima anggotanya, maka ketauladanan seorang pemimpin merupakan motor penggerak didalam pencapaian tujuan organisasi, dalam arti pola pikir, sikap, dan pola tindak harus dapat menjadi cermin untuk seluruh anggotanya.

komisi hukum dan Ham Konfrensi mahasiswa indonesia

PENEGAKAN HUKUM DAN HAM
I. PENGANTAR
Rakyat di negeri ini kini harus menyatap ‘hidangan’ yang sama setiap harinya di media massa. Sungguh miris karena berita yang harus dilihat dan didengar setiap harinya adalah aparatur negara yang melakukan korupsi. Aparatur negara yang dipilih dan dibiayai oleh rakyat. Aparatur negara yang seharusnya melanyani kepentingan rakyat. Korupsi bagai virus yang menjangkiti hampir di seluruh instansi pemerintahan di negeri ini. Bahkan sampai aparat penegak hukum. Korupsi dan mafia peradilan menjangkiti dari aparat kepolisian, pengacara, jaksa, panitera bahkan sampai hakim.
Belakangan banyak kasus korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum terungkap. Belum lama ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil menangkap jaksa Urip Tri Gunawan, Kasubdit Tindak Pidana Ekonomi dan Tindak Pidana Khusus Lainnya sekaligus Ketua Tim Pengawas Jaksa BLBI II yang bertugas menyelidiki kasus BDNI yang menyeret Sjamsul Nursalim. Jaksa Urip tertangkap tangan sesaat setelah menerima US $ 660 ribu atau sekitar Rp 6 milyar dari pengusaha yang dikenal dekat dengan Sjamsul Nursalim yakni Artalyta Suryani. Sungguh ironis karena beberapa minggu sebelumnya Kejaksaan Agung baru mengeluarkan Surat Penghentian Perkara untuk Kasus BLBI II. Publik jadi kembali bertanya benarkah keputusan Kejasaan Agung tersebut bebas dari intervensi karena jaksa pada kasus tersebut justru diduga menerima suap.
Kasus tersebut hanya secuil contoh kebobrokan lembaga peradilan di negeri ini. Kasus lain yang bahkan melibatkan Mahkamah Agung (MA) sebagai benteng terakhir keadilan bagi rakyat. Konflik antar lembaga negara terjadi antara MA dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perihal audit biaya perkara. MA menyatakan keengganan untuk diperiksa oleh BPK dengan alasan independensi lembaga peradilan. Sebuah lembaga peradilan seharusnya tidak boleh lepas dari pengawasan. Arogansi MA begitu kentara ketika menyangkut masalah biaya perkara. Jika memang tidak terjadi penyelewengan dana seharusnya MA tidak takut untuk diperiksa.
Belum lagi korupsi yang terjadi di lembaga-lembaga peradilan di bawah MA yakni Pengadilan baik Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Tinggi. Disana juga telah bercokol mafia-mafia yang memperjualbelikan hukum. Aparat penegak hukum lainnya seperti kepolisian juga menjadi sarang koruptor. Mata rantai mafia peradilan bagai lingkaran setan. Memberantasnya bukan hal yang mudah. Hadirnya KPK diharapkan mampu memberantas korupsi dan tentunya juga mafia peradilan
Sejatinya korupsi dan mafia peradilan bagaikan dua sisi mata uang. Korupsi menjadi sulit diberantas karena keberadaan mafia peradilan. Hal ini terjadi karena pelaku korupsi itu sendiri adalah orang-orang yang paham betul aturan hukum di negeri ini. Bagaimana mungkin sapu yang digunakkan untuk membersihkan korupsi justru kotor sedari awal. Memberantas mafia peradilan juga harus dengan memberantas korupsi itu sendiri.
Mengenai permasalahan HAM yang kasusnya sedang banyak diperbincangkan oleh banyak khayalak akhir-akhir ini, tentu sangatlah menarik jika kita membahas lebih lanjut mengenai permasalahan yang terjadi di wilayah Indonesia. Pertama kita bisa melihat mengenai banyaknya kasus retroactive yang diselidiki kembali, padahal negara kita menganut sistem bahwa “undang-undang tidak dapat berlaku surut”. Tapi itu semua dengan pengecualian yang ada yaitu bahwa undang-undang berlaku surut kecuali untuk kasus-kasus yang khusus. Dan mungkin yang menarik dalam hal ini adalah pelanggaran Berat HAM itu sendiri yang akan menjadi persoalan yang akan kita bahas selanjutnya dalam diskusi kita kali ini nantinya.

Sungguh ironis sekali bila melihat apa yang terjadi di negara indonesia, dimana kurangnya penegakan hukum. hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya kasus pelanggaran HAM dari tahun 1965 sampai sekarang, kurangnya rasa keadilan dalam masyarakat ditanamkan padahal negara kita adalah negara yang berdasarakan hukum tentunya sesuai dengan pasal dalam UUD yaitu pasal 1 ayat 3.
Bila melihat sistem yang berlaku dalam ketatanegaraan kita kita sudah punya dasar Hukum yang bagus, Hanya mungkin perlu diingatkan kembali bahwa, tidak adanya disiplin hukum dan kesadaran hukum yang datang justru dari orang-orang yang berkuasa itu sendiri, yaitu dari pemerintahan itu sendiri yang sangatlah tidak disiplin. Sempat terpikirkan bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah akhir-akhir ini sudah sangat kronis sekali. Sepertinya sudah sangat menjadi makanan harian bila kita melihat di berita terkini bahwa justru para pembuat undang-undang itu sendirilah yang akhirnya malah melanggar undang-undang, banyak contoh kasusnya seperti korupsi dan suap yang semakin marak terjadi. Dan entah karena latar belakang apa. Maka dari itu sudah menjadi sebuah keharusan bila kita nantinya sebagai penerus bangsa jangan meniru hal yang tidak baik ini, kita harus mengembalikan ini semua keasalnya. Dengan adanya kebebasan pers, kita juga jadi bisa berpendapat, tapi tentunya masih dengan batasan yang normal. Maka jangan heran bila kita mendengar lagu Grupband Slank yang sekarang sedang jadi isu hangat. Karena ada jaminan kebebasan pers selama itu sesuai dengan realita yang terjadi dan adanya jaminan konstitusi mengenai hal ini.
Disini kita harus melihat dengan jelas, mengapa sih Ham harus ditegakkan untuk negara yang menganut sistem demokrasi. Kenapa sih kita harus menuntut Hak asasi kita yang memang sudah selayaknya kita dapatkan dalam negara kita yang menganut sistem demokrasi, hak apa saja yang harus kita perjuangkan dalam hal ini. Dan mengapa sih HAM dan Demokrasi harus berdiri berdampingan dalam jalannya.
Tentu akan lebih menarik lagi bila kita mengetahui tentang sejauh mana pemerintah kita itu sudah melekukan tindakannya untuk menyelesaikan kasus HAM yang terjadi, apalagi kita mengetahui adanya peradilan khusus mengenai perkara ini yang dibentuk, dengan UU no.26 tahun 2000. apa saja yang sudah dikerjakan oleh peradilan yang baru berdiri selama hampir 8 tahun itu.
Maka dalam hal ini yang akan dibahas selanjutnya adalah sistem peradilan HAM yang ada di indonesia dan mengenai permasalahan apa saja yang sudah pernah diputus oleh peradilan HAM itu sendiri, serta kita harus melihat realita kasus-kasus yang sudah pernah terjadi di indonesia diantaranya seperti kasus Abepura, semanggi,tanjung priuk, Tim-Tim (sekarang Timor Leste), kasus terbunuhnya aktivis HAM Munir yang hingga saat ini masih menjadi teka-teki yang sangatlah patut kita pertanyakan.





II. ISI
Sedangkan pengertian mafia peradilan menurut Daniel S. Lev, mafia peradilan adalah “after all a working system that benefits all its participans. In some ways, in fact, for advocates, who otherwise are excluded from the collegial relationships of judges and prosecutors, it works rather better and more efficiently than the formal system”
Denny Indrayana mengartikan mafia peradilan sebagai upaya mengkomoditaskan hukum menjadi barang dagangan murahan yang bisa dihargai dengan segepok uang sogokan. Sederhananya mafia peradilan adalah kerjasama busuk aparat penegak hukum untuk memenuhi kebutuhan pribadinya. Korupsi yang terjadi di Indonesia sebenarnya terbagi menjadi dua yakni korupsi birokrasi (beurocratic corruption), korupsi politik (political corruption), dan korupsi hukum (judicial corruption). Mafia peradilan adalah bagian dari korupsi hukum (judicial corruption).
Praktek mafia peradilan tidak hanya melibatkan aparat penegak hukum di pengadilan. Pengertian mafia peradilan harus didefinisikan meluas yakni diperjualbelikannya hukum aparat penegak hukum mulai dari kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Praktek mafia peradilan dimulai dari penyelidikan suatu perkara oleh kepolisian. Sering sekali terjadi ’main mata’ antara pelaku korupsi dan aparat kepolisian. Kasus korupsi seringkali hanya jalan ditempat bahkan seringkali hilang ’menguap’ entah kemana. Keberadaan KPK sebagai state auxiliary constitution yang memiliki kewenangan untuk menyelidik, menyidik, menangkap pelaku korupsi kiranya menjadi sebuah titik cerah pemberantasan korupsi karena penanganan korupsi sebelum adanya KPK oleh kejaksaan dan kepolisan hanya jalan di tempat.
Di lembaga peradilan mafia beraksi dengan modus jual beli pasal, suap, tawar-menawar tuntutan/dakwaan, sampai jual beli putusan. Praktek-praktek ini terjadi dari tingkat pengadilan yang paling rendah sampai MA. Dari pejabat yang kekuasaannya kecil sampai dengan lembaga penentu putusan final dari suatu perkara. Mafia peradilan menjangkiti MA yang merupakan benteng rakyat mendapatkan keadilan. MA sebagai penyelenggara kekuasaan kehakiman tertinggi bersama dengan MK justru terkenal sebagai lembaga korup. Rakyat tentu sudah familiar dengan sosok Bagir Manan yang dikenal bukan karena kemampuannya tapi justru karena korupsi.
Indeks Persepsi Korupsi (diterbitkan oleh Transparency International)

Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Skor 2.2 2.4 2.2 2.4 2.2 2.4 2.2
Keterangan :
- 0 (sangat korup)- 10 (sangat bersih)
- Indeks Persepsi Korupsi merupakan metode pengukuran tingkat perspsi korupsi di suatu negara. Berdasarkan pendapat kalangan bisnis, akademik, dan analisis resiko.

III. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
1. Penegakan Hukum dan HAM di Indonesia sudah termasuk kategori URGENT.
2. Terdapat banyak kasus yang belum tersentuh dan Belum terselesaikan.
3. Lemahnya sistem Peradilan yang ada di Indonesia.

1. Lembaga Yudikatif yang independen dan bebas intervensi legislatif dan ekskutif. Dalam hal ini tanpa persetujuan DPR dan perintah presiden.
2. Hanya ada satu lembaga peradilan HAM yang mengurus masalah pelanggaran HAM setelah dan pasca tahun 2000.
3. Mempertahankan asas retroaktif dalam peradilan
4. Komnas HAM dirubah menjadi extra auxiliaries constitution agar menjadi lembaga yang lebih independen dan profesional dalam bekerja. Memiliki hak penyelidikan beserta kepolisian, penyidikan, dan menuntut sendiri dalam rangka penyelesaian masalah HAM.
5. Pendidikan pengetahuan HAM dan hak – hak warga Negara dimasukkan dalam kurikulum pendidikan dengan informasi mengenai pelanggaran HAM di Indonesia.
6. Menekankan tanggung jawab perusahaan dalam pemenuhan hak ECOSOC warga sekitar perusahaan.
Hal ini dimaksudkan supaya dalam memenuhi tanggung jawab perusahaan terhadap warga sekitar lebih tepat. Karena perusahaan-perusahaan yang bersifat eksploitasi dalam melakukan tanggung jawab sosialnya cenderung hanya sebatas pemberian “upeti” terhadap segelintir kelompok yang tuuannya hanya supaya warga sekitar tidak, padahal seharusnya dalam pelaksanaannya harus merupakan usaha dari perusahaan agar dapat meningkatkan dan mengembangkan kehidupan masyarakat di daerah sekitar perusahaan.
7. Meningkatkan fungsi institusi penegak HAM di tingkat daerah.
Ini menjadi sebuah proses upaya dalam hal penegakan HAM di daerah. Banyak sekali kasus-kasus yang kita temui adalah kasus-kasus yang berada di daerah notabene jauh dari Ibu Kota Pemerintahan setempat. Ini lebih memudahkan pada masyarakat daerah sekitar untuk melaporkan kasus pelanggaran HAM yang terjadi di daerah tersebut. Penegakan fungsi Institusi yang berada di daerah adalah untuk memotong kompas sehingga meminimalisir keengganan masyarakat selama ini yang merasa kesulitan untuk mengakses komnas HAM
8. Peningkatan fungsi dubes dalam mengurus tenaga kerja Indonesia. Kedubes RI mempunyai tim khusus mengenai advokasi terhadap TKI.
Pada kenyataannya banyak sekali kasus-kasus TKI yang tidak mendapatkan advokasi dari kedubes sehingga diperlukan adanya peningkatan dan pengoptimalan fungsi kedubes dalam hal ini prepentif atau pencegahan maupun kuratif atau penanggulangan hal tersebut terlepas dari apakah TKI legal maupun Ilegal
9. Mengatur peraturan regenerasi hakim agung MA untuk membersihkan MA.
Mahkamah Agung (MA) tidak hanya beberapa pekan ini saja sebagai sebuah lembaga yang menjadi sorotan banyak kalangan, Sejak akhir tahun 2005 nama Bagir Manan mulai melekat di hati khalayak dengan adanya kasus pemanggilan atas dirinya oleh KPK sebagai saksi dalam perkara suap Probo Sutedjo. Namun, Sang Ketua MA dengan angkuhnya menolak pemanggilan KPK tersebut dengan alasan bahwa harus tahu terlebih dahulu perihal meteri pemeriksaannya.
Dalam hal tersebut seolah-olah menampakkan bahwa MA adalah lembaga untouchable yang dikonotasikan sebagai lembaga adikuasa perihal masalah hukum, sehingga tidak ada yang bisa mengotak-atik. Indikasi bahwa permasalahan tersebut merupakan sebuah skenario yang dirancang oleh para hakim yang ada didalamnya kian kencang berhembus. Padahal pada awalnya, beliau sudah dengan tegas menyatakan komitmen untuk membersihkan lembaga Mahkamah Agung (MA) dari mafia peradilan. Akhirnya para hakim yang menangani kasus suap Probo Sutedjo melakukan sidang pleno untuk menentukan apakah memanggil Bagir Manan sebagai saksi atau tidak. Dan lagi-lagi skenario drama dimainkan yaitu akhirnya Bagir Manan tidak dapat dijadikan saksi dalam kasus tersebut.
Ini adalah menjadi sebuah catatan Penting dalam kasus peradilan di Indonesia. Mahkamah Agung adalah lembaga tertinggi dalam system Peradilan yang ada di Indonesia. Apabila lembaga tertingginya saja tidak dapat memberikan contoh yang baik bagaimana dengan lembaga peradilan yang ada di tingkatan bawahnya. Regenerasi adalah sebuah Solusi Solutif yang kami tawarkan dan ini terkait dengan umur masa Pensiun bagi para Hakim Agung yang ada. Apabila apara hakim Agung terus dipertahankan hingga batas akhir Maksimal kurang lebih 65 tahun ini akan menjadi sebuah jabatan yang mengakar dan bebudaya tidak sehat bagi Internal mahkamah agung itu sendiri.

10. Memperkuat lembaga pengawas kejaksaan dan kehakiman.
Diperlukan langkah strategis untuk mengawasi para hakim, jaksa dan juga pengacara. Praktik suap akan menjadi semakin tak terkontrol ketika pengawasan internal tidak berfungsi dengan baik. Pengawasan itu seyogyanya dijalankan juga oleh Komisi Yudisial (KY). Bagaimanapun spirit pembentukan KY adalah untuk mengatasi mafia peradilan.
11. Memperkuat peran KPK.
12. Memberatkan sangsi hukum bagi pelaku mafia peradilan.
13. Pemberian kebebasan dalam pemeriksaan kepala daerah yang terindikasi melakukan tindakan korupsi dengan menghapuskan syarat izin presiden dalam pemeriksaan.
14. Memperkuat dasar hukum pengadilan tipikor ( dengan UU )
15. Meningkatkan kesejahteraan aparat penegak hukum.
Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu factor kenapa penegak hokum melakukan tindak melakukan tindakan korupsi adalah karena tingkat kesejahteraan yang mereka yang kurang tercukupi, meskipun memang tingkat kesejahteraan penegak hokum bukanlah factor yang sangat menentukan, akan tetapi hal tersebut sedikit banyak dapat mencegah para penegak hokum melakukan tindakan korupsi

IV. REFERENSI
Monitoring KontraS (Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan)
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM Ad Hock
Undang_undang Nomor 11 Tahun 2005 Tentang HAM di bidang Ecosoc

senopati pamungkas buku tebal yang menegangkan


Senopati Pamungkas

Di dalam buku novel karya arsendo atmowiloto yang berjudul Senopati pamungkas 2, yang merupakan kelanjutan dari Senopati pamungkas 1, yang merupakan sebuah refleksi sejarah keadaan kerajaan Indonesia pada jaman kerajaan singasari dan kerajaan majapahit, sebuah saksi mengenai kerajaan besar di Indonesia pada abad ke 16 ini yang ternyata memilki beberapa kesamaan budaya dan kesamaan sejarah serta memilki kaitan yang sangat erat satu sama lain, di dalamnya juga diterangkan mengenai bagaimana kerajaan tlaha yang mencoba untuk mengambikl alih dan menaklukan kerajaan yang ada di tanah jawa ini, di dalamnya mengandung cerita mengenai para raja senopati dan para calon putra mahkota ketika mendapatkan masalah perseteruan, pemberontakan penghianatan dan semacamnya.

Mengandung cerita rinci mengenai semua tokoh yang sangat terkenal di kesua kerajaan yang pada akhirnya nanti akan menjadi kerajaan terbesar yang akan mempersatukan nusantara, mengandung budaya budaya yang terdapat pada masa kerajaan itu dan juga mengenai ilmu kanuragan atau ilmu bella diri yang terkenal pada saat itu, mengenai kidung atau nyanyian yang ternyata mengandung arti yang berbeda oleh siapa kidungan itu dinyanyikan.

Mengandung pemberontakan dan perpecahan yang terjadi di keraton yang pada saatnya nanti para pendeta dari syangka mencoba untuk mengambil keuntungan dari segala perpecahan yang terjadi itu,mengandung jiwa heroic serang senopati yang mencoba mempersatuakn kembali keretakan atau perpecahan yang terjadi saat itu, hingga masalah asmara yang ada di kerajaan tersebut.

Yang dimakasud sebagai senopati pamungkas adalah Upasara Wulung yang berjuang demi tanah airnya, menempuh berbagai mavcam cobaan dan segala perseteruan, tetep bertekad untuk menyatuakan kembali perseteruan yang dapat menghancuurkan kerajaan singasari, hinggga pada akhirnya dihukum poteng oleh rajapatni, namun beliau diangkat sebagai senopati pamungkas oleh Raden Wijaya seseorang yang pada akhirnya mendirikan kerajaan Majapahit.

Saya akan mencoba merangkum hal tersebut di dalam tulisan ini, namun karewna keterbatasan pengetahuan dan alur cerita yang meloncat loncat maka saya akan mencoba untuk membahas sesuai dengan identifikasi yang saya dapatkan di dalam buku tersebut sehingga diharapkan agar siapapun yang membaca dapat mengerti cerita novel tersebut secara utuh.







Tokoh Tokoh dalam “senopati pamungkas”

Di dalam novel, sebuah mahakarya dari arswendo atmiwiloto yang berjudul Senopati pamungkas, memilki banyak tokoh yang menghiasinya, saya akan sedikit mendeskripsikan sedikit tokoh yang sekiranya berpengaruh dalam pemahaman novel ini, beberapa tokoh utama yang hadir dalam karya sastra ini.yang diantaranya adalah :

Sanggarama Wijaya, atau Naraya Wijaya atau Raden Wijaya.
Nama yang dikenal ketika mengalahkan Raja jayakatwang, yang secara culas menguasai keratin singasari dan mendepak raja kertanegara bersama dengan prajurit dan senopati yang setiaWijaya berhasil menggempur balik pasukan dari tartar dari negeri cina, menurut sejarah beliau dnobatkan sebagai Raja Majapahit pada tanggal 15 bulan kartika atau Oktober –november 1298. Nama kebesarannya adalah kertarajasa jayawardhana yang merupakan sebuah symbol rasa hormat terhadap leluhurnya, raja Raja singasari.

Upasara Wulung,
salah satu seorang ksatria hasil godokan ksatria pingitan.selama dua puluh tahun upasara wulung dididik oleh ngabehi panduyang pada akhirnya menjadi seorang tokoh yang sangat berpengaruh di keratin singasari.

Gayatri atau permaisuri Rajapatni,
salah satu dari empat putrid baginda raja Sri Kertanegara yang dipermaisurikan oleh raja majapahit, pada saat menjelang penyerbuan ked aha untuk menaklukan jayakatwang gayatri pergi bersama upasara Wulung untuk mengetahui kekuatan lawan namun disinilah bibit –bibit asmara tumbuh. Namun menurut para pendeta bahwa gayatri harus menikah dengan Sanggarama Wijaya, yang kelak akan menurunkan raja terbesar.

Genduk Tri,
calon penari keratin singasari yang menjadi anak murid mpu raana, lalu dilatih oleh jagaddhita, diam diam menyukai upasara wulung dan mencemburui setiap wanita yang mendekati upasara.

Eyang Sepuh,
Lebih dikenal sebagai nama seorang empu yang mahasaktii yang mendiami perguruan Awan. Dari eyang sepuhlah terdengar jurus ampuh di dalam kitab bumi yaitu “ Tepukan Satu Tangan “ ajaran yang sejajar dengan ajaran Budha, baik di negeri cina, Hindia maupun Jepun, Eyang sepuh tidak pernah menampakan diri dan hanya beberapa orang yang , gayatri dan upasara yang pernah mendengar suaranya. Penguasaan ilmu eyang Sepuh telah sampai pada tinngkan Moksa, lenyap bersama raga dan jiwanya.

Adipati Lawe atau Ranggalawe,
Salah seorang senopati majapahit yang besar jasanya, putra dari Aria Wiraraja, Sebutan yang llain adalah amancanegara yaitu semacam kepala di luar keratin. Patih mancanegara penguasa di luar wilayah kekuasaan keratin ynag terbagi atas daerah barat, timur, utara maupun selatan keraton.

Senopati Anabrang, atau Mahisa Anabrang,
Salah seorang senopati jaman karaton singasari yang menjelajah hingga ke tlaha melayu dan baru kembali 20 tahun kemudian. Melanjutkan pengabdian kepada Raja majapahit, dengan membawa dua putrid ayu yang salah satunya dipermaisurikan Baginda raja.

Senopati Nambi atau Mpu Nimbi,
Salah seorang senopati majapahit pimpinan telik sandi atau pasukan rahasia, diangkat menjadi mahapatih, suatu jabatan tertinggi setelah raja. Mahapatih mejalankan pemerintahannya sehari hari secara langsung membawahi para senopati adipati atupun patih. Pengangkatannya sebagai mahapatih mengundang banyak pertentangan. Terutama dari adipati Lawe yang mengharapkan dirinya atupun Mpu Sora yang memangku jabatan tersebut.

Nyai Demang,
Satu satunya tokoh wanita yang sering dinilai hanya. karena mengobral asmara serta bentuk tubuhnya yang montok, nyai Demang selama ini tak terrandingi dalam soal kemampuan mempelajari bahasa mancanegara.nyai demang yang menjadi penyalin bahasa sewaktu pasukan tartar mendarat.

Halayuda,
Salah seorang senopati majapahit Yang tidak terlalu menonjol dalam peperangan. Ilmu siltnya termaksuk sangat tinggi karena murid langsung dari paman sepuh, ditambah ilmu yang didapatkannya sendiri.

Dewa Maut,
Tadinya manjadi tokoh yang sangat ganas, setiap berperang selalu membunuh lawannya karena daya asmaranya terhadap seorang gadis pujaannya bertepuk sebelah tangan. Dalam suatu pertempuran seluruh ilmunya hilang dan gayanya sepeti kehilangan ingatan. Dewa maut hanya mau menuruti perintah genduk Tri.

Senopati Semi,
Seorang senopati majapahit.salah seorang dari tujuh dharmaputra, putra istana yang mendapatka perlakuan istimewa dari baginda Raja.

Maha Singanada,
Gagah perkasa,\ wajah dan penampilannya sangat mirip dengan upasara wulung. Senopati yang termaksud dalam rombongan yang dikirim baginda Raja Sri Kertanegara dari keraton Singasari.

Pendeta Syangka atau pendeta sidateka,
Berasal dari tanah syangka atau sri langka. Merupakan pendeta kesayanngan putra mahkota bagus KalaGemet, sehingga kemudian hari menjadi pytra mahkota yang memakai gelar Sri Sundarapandya Adiswara. Sejak tata pemerintahan keraton sriwijaya pendeta Pendeta dari Syangka mencoba menanamkan pengaruhnya, namu selalu gagal. Sekali ini pendeta sidateka yang menguasai pukulan Dingin berhasil.

Senopati Agung Brahma,
Bangsawan tua yang dihormati oleh kalangan keraton juga jauh dari kekuasaan karena lebih suka menyepi. Hanya satu hal yang membuatnya keluar dari Persembunyiannya yaitu terutama mendengar berita datangnya utusan dari keraton caban di campa, disamping keruwetan yang menimpa keraton.


Manmathaba,
Pendeta yang menjadi pemimpin tertinggi dari tanah syangka.yang mengerikan adalah senjata rahasia berupa bubuk pangebluk yang bias membunuh atau membuat korbannya ketagihan terus menerus.Ilmu kebalnyapun belum ada tandingannya.

Pangeran Hiang,
Satu satunya putra mahkota kaisar tartar yang berani memakai umbul umbul atau bendera dengan symbol suing naga Bermahkota ini menunjukan bahwa pangeran yang pernah menyusup dan menaklukan jepun serta koreyea itu merupakan calon pewaris takhta di keraton yang menguasai jagat.

Putri Koreyea,
Istri pangeran hiang yang berasal dari tlaha koreyea, yang berdiam di perahu yang memiliki perlengkapan serbasempurna untuk menghalau siapapun yang ingin mendekat.

Eyang Agung Jengis Khan yang Tiada tara,
kakek buyut pengeran Hiang yang menyatukan seluruh bangsa mongol, tartar yang perkasa Gelaran sebagai penguasa jagat diberikan setelah berhasil mengakhiri dinasti keraton Tang yang menguasai tanah Cina

Rama Prabu Kubilai Khan yang perkasa,
Ayah Pangeran Hiang, cucu Eyang Agung Jengis Khan yang Tiada tara, berhasil mengembangkan tradisii kemenangan, setelah menggantikan kakaknya , kareton tawu dibangkitkan kembali denngan mengambil nama Dinasti Yuan.












Pembentukan Ksatria Pingitan,

Ksatria pingitan yang merupakan sebuah asrama atau perguruan yang didirikan oleh Baginda Raja Sri Kertanegara yang memilki visi untuk berusaha melahirkan ksatria yang dilatih ilmu surat maupun silat atau kanuragan. Para ksatria yang dipilih akkan dilatih semenjak dini, dilatih semenjak mereka lahir oleh ahli hali kanuragan di tanah jawa, yang pada akhirnya akan melahirkan ahli hali kanuragan yang baru yang akan siap membantu keraton dan kerajaan dalam menghalau musuh yang berusaha merebut kedaulatan Negara,dan diharapkan menjadi senopati utama yang melanjutkan kebesaran keraton dan melindungi penduduk1 salah satu dari perguruan ini yang terkenal adalah Upasara Wulungyang dilatih oleh ngabehi pandu, yang menguasai ilmu Dua Belas Jurus Nujum Bintang dan Delapan Jurus penolak bumi yang ada di dalam kitab Bumi yang merupakan puncak dari berbagai sumber ilmu silat yang ada di tanah jawa.

Pada kenyatannya ksatria pingitan ini adalah ksatria yang berjuang dengan sepenuh hati kepada kerajaan dan berusaha untuk memmpertahankan kerajaan dari serangan bangsa luar maupun sebagai prajurit yang ditugaskan keluar untuk menaklukan kerajaan atau daerah lain.

INTRIK DI DALAM KERAJAAN

Di dalam novel ini dijelaskan segala jenis intrik yang ada di dua buah kerajaan besar yang sangat berpengaruh di Indonesia, di dalamnya terdapat dua buah pertentangan yang ada di keraton singasari. Semua hal yang menyangkut kerajaan dan yang berhubungan dengan semua hal itu.

Para pendeta syangka yang berdatangan dan diterima dengan baik secara resmi tanpa disadari dapat membawa malapetaka bagi kerajaan, karena selama ratusan tahun terjadinya permusuhan luar biasa antara para pendeta syangka dengan pendeta Tlaha HIndia, Singanada bias melihatnya sebagai kemunduran karena selama ini beliau dibesarkan dalam tradisi keraton singasarii, oleh karena itu beliau meramalkan akan terjadi suatu pertumpahan darah di tanah jawa ini yang melibatkan keraton singasari sebagai penyebeb utamanya, yaitu pertempuran para pendeta dengan para ksatria pigitan yang telah dibina oleh keraton.
Keunggulan prajurit singasari atas pasukan tartar yang mampu menaklukan seluruh jagat menjadi buah bibir dan kidungan ( Nyanyian ) yang agung di Negara yang bernaung dibawah kebesaran Sri baginda raja. Namun dibalik semua kemenangan tersebut ada sebuah perpecahan yang sangat besar, sebuah perpecahan tingkat atas antara Sri Baginda Raja dengan Putra Mahkota, Jika perpecahan antara baginda dan putra mahkota ini berhasil digunakan oleh para pendeta dari Syangka dan Pendeta darii hindia maka habislah keutuhan dan kejayaan keraton, berunting ada seorang kesatria yang selallu menjaga keutuhan dari keraton yaitu Upasara wulung, Ksatria pingitan didikan perguruan Awan yang pada akhirnya akan menjadi seorang Senopati yang bergaung dan memilki peran di dalam kejayaan singasari yaitu Senopati Pamungkas.
Masalahnya adalah putra mahkota menerima begitu saja ajaran dan kehadiran dan dari para pendeta dari syangka, dan adanya pangeran Hia ng yang akan menambahkan rentetan sejarah yang didapatkan dari novel ini, yaitu mengenai perjuangan dan segala pengorbanan pangeran yang berlabuh bersama istrinya putrid koreyea yang merupakan putri dari daerah jajahan yang diperistrui oleh pangearan, di dalamnya sebagai bumbu bacaan disajikan mengenai putrid koreyea yang ingin membalas dendam kepada pangreran Hiang namun karena perasaaan putrid yang tidak dapat dipungkiri dan pangeran Hiang yang ternyata adalaah seseorang yang sangat lembut dibalik kekejaman ayahnyaRama Prabu Kubilai Khan yang Perkasa, yang telah menaklukan seluruh dataran Cina.

Adanya perpecahan antara senopati utama antara senopati kuti, senopati jurang grawang,yang terjadi diantara tuujuh senopati utama kedrajaan karena kakurangan informasi utuh sehingga timbul sebuah kesalah pahaman yang membuat semua bingung terutama yang terjadi di keraton singasari.di dalam maupun diluar keraton nyang membuat stabilitas kerajaan sedikit goyah.

CANDI SENOPATEN PAMUNGKAS

Candi tersebut berada di seberang tanah lapang yang mirip dengan alun alun, dengan bangunan yang sangat megah sekali, sehingga walaupun bangunan tersebut berada di dalam keraton maka bengaunan tersebutpun akan terlihat megah,apalagi dengan gerbang yang diukir dan di dekat Gua Kencana.

Candi tersebut dibuat karena terdengar kabar bahwa Upasara Wulung tewas di keraton, dan Senopati Kuti mengiyakan hal tersebut kapada putri yang bertanya kepadanya walaupun dengan perasaaan yang sangat bersedih, bahwa Upasara Wulung yang tidak tertarik dengan pankat jabatan Takhta dan derajat, serta sakti mandraguna dan mulia hatinya dapat tewas secepat ini. Namun bagaimanapun Upasara Wulung telah gugur sebagi Pahlawan sejati sebagi senopati utama bahkan diatas para senopatii utama yang ada di kerajaan. Ada suatu hal yang mengenaskan yaitu Upasara Wulung tewas dipoteng poteng jasadnya, walauoun selama ini tidak percaya bahwa Seorang ksatria seperti Upasara Wulung harus menerima hukuman dipoteng poteng seperti itu, tubuhnya dipisahkan dengan tangan kaki dan kepalanya dan itu semua adalah perintah dari permaisuri gayantri.

Namun cukup sulit bagi senopati kuti melampiaskan kemarahannya, ia menyadari bahwa Upasara adalah tokoh perjuangan dan pujaan masyarakat majapahit seluruhnya, semenjak pertarungan di kediri keungulannya atas pasukan tartar secara gemilang, dalam pertarungannya disaksikan dengan mata telanjang, smenkaj itu nama upasara menjadi nama harum yang semakin melegenda di keraton dan seluruh tanah jawa bahkan hindia, di kalangan para ksatria nama upasara memuncak tatkala pertarungan di trowulan terakhir.

Kabar kematiannya sudah mengguncang seluruh masyarakat, appalagi mengenai hukuman poteng yang menyebar luas sebagai p[elaksanaan atas perintah permaisuri rajapatni atau ppermaisuri gayantri. Namun di sisi lain baginda sendirilah yang meresmikan bangunan candi yang megah ini atas segala pengoorbanan dan juga atas semua jasanya kepada keraton.

Setelah kematian Upasara Wulung yang menggemparka tersebut Ki Dalang yang sedang memainkan wayangnya memasukan nama upasara wulung ke nama penokohan , dan hal tersebut membuat sebagian orang tercengang dan bertanya Tanya, Dalang memeling adalah dalang wayang Kulit yang sanget terkenall, baik dalam memainkan wayang maupun dalm mengatur kalimat kalimat, dan hal ini disaksikan langsung oleh Tujuh senopati utama dan mambuat bebrapa pertanyaan mengapa ada nama Upasara Wulung di dalam nama penokohan Wayang kulit yang pada saat ini sedang ditonton oleh banyak orang.

Beliau menjelaskan, wayng itu ternyata bukan hanya Ramayana dan mahabrata nsaja, hal tersebut hanyalah dibawa bawa ioleh para orang itam dari negeri Tlaha Hindia saja, Namun kita telah memiliki dan mempunyai tokoh dan cerita tersebdiri yang diangkat dan dikarang para empu pujangga negeri ini, Negeri Jawa yang menjadi pusat alam semesta, Ketahuilah bahwa wayang yang sekarang ini diadakan untuk melengkapi percandian kesatria titisan dewa, Upasara Wulung dan kita ketahui belum pernah ada kuburan untuk senopati, namun Upasara Wulung itu berbeda. Upasara Wulung yang terhormat dianggap sangat pantas di daam menerima kehormatan ini, segala kehormatan atas jasa jasa yang telah diberikan untuk negeri keraton ini.

KITAB BUMI

Di dalam novel ini dijelaskan bahwa pada jaman tersebut ada sebuah kitab yang merupakan kumpulan seluruh ilmu kanuragan yang ada di tanah jawa ini, dan merupakan kitab dan ilmu beladiri yang tertinggi di tanah jawa ini, Baginda Raja Sri Kertanegara memp[unyai darah ketrurunan dari para raja jenggala dan kediri.

Hal inilah yang membuat Sri Baginda Raja sangat dihormati oleh semua orang bahkan para sepuh yang pada akhirnya membuat kitab Bumi ini. Para ksatria yang mengabdi pada Sri Baginda Raja membuat sebuah kitab yang kemusian dikenal dengan Kitab Bumi Kitab segala Kitab yang di dalamnya memuat 12 jurus nujum bintang yang menyatukan semua aliran dan ajaran,semua disarikan agar dapat menjadi pegangan oleh tokoh tokoh seangkatan paman sepuh, Yaitu Eyang sepuh yang telah menyempurnakan kitab tersebut dengan menambah 8 jurus penolak Bumi, sehingga seluruh menjadi 20 jurus yang tetap dinamakan kitab Bumi dan sejak itu hanya ada 1 babon untuk pengambanngan yaitu kitab bumi.

Namun kitab bumi ini menjadi rebutan dari berbagai pihak termaksud para ksatria dari luar tanah jawa bahkan dari syangka Hindia dan berbagai negeri laiinnya, namun pada akhirnya hanya Upasara Wulung yang menjadi pemegang kitab Tersebut walaupun terkadang dirinya merasa jenuh ketika dirinya tidak melihat perubahan pada jurus jurunya.


KIDUNGAN
Ada beberapa kidungan yang terdapat di dalam novel ini namu yang sangat menarik adalah beberapa kidungan yang sring dinyanyikan oleh para permaisuri bahkan oleh Sri Baginnda Raja dan para senopati, yaitu Kidunga Maha Manusia, Kidungan Para Raja Kidungan Kenyung dan Kidungan Paminggir, semua kidungan yang dipakai untuk memuja manusia bahkan para raja danputra mahkota maupun kidungan itu dipakai untuk merendahkan ke tingkat yang paling hina.

Adapun beberapa kidungan yang ditembangkan tergantunng dari siapa yang menembangkan dan untuk siapa tembang itu ditujukan, seperti contoh Mbakyu Ayu Indreswari yang mengharapkan putranya memegang takhta menembangkan Kidungan Pamungkas.

Dan beliau pernah menembangkan Kidungan Kenyung yang bertujuan untuk merendahkan Genduk Tri, dan sekaligus mennghina genduk tri hingga tidak tertahansemua hinaan tersebut yang memicu adanya dendam di hati genduk Tri pada dirinya.